Surabaya, tvOnenews.com – Kasus sengketa pemilu 2024 sampai saat ini masih dalam proses persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK). Kedua kubu yang bersengketa saling serang dan mempertahankan pendapatnya di depan majelis hakim MK. Jalannya siding yang seru ini mendapat perhatian sejumlah kalangan, termasuk praktisi dan pengamat hukum di Surabaya, yang menilai sidang MK ini butuh bukti yang kuat untuk bisa dikabulkan.
Praktisi dan pengamat hukum, Sahlan Azwar menyebutkan, kasus pertama yang menarik perhatian dalam siding sengeketa pemilu di MK ini adalah terkait pencalonan Gibran cawapres, dimana KPU telah menerima pencalonannya berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saat sudah berkompetisi dan dinyatakan ada pemenang, mestinya tidak bisa didiskualifikasi,” ujar Azwar.
“Mengenai pencalonan Gibran tentu KPU yang menerima pencalonan dengan dasar hukum yang sudah diputus oleh MK. Sebetulnya ranah itu adalah kewenangannya waktu itu ada di KPU. Kalau KPU sudah menerima dan tidak ada yang disengketakan kepada Bawaslu maupun PTUN yang menangani hasil pemilu, maka sebetulnya sudah diterima. Mereka sudah berkompetisi. Ketika terjadi kompetisi ingin didiskualifikasi, ini kan tidak sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku,“ ungkapnya.
“Sehingga ketika sudah berkompetisi dan dinyatakan ada salah satu sebagai pemenang mestinya tidak bisa didiskualifikasi,” papar Sahlan, yang menekankan pentingnya mengikuti mekanisme hukum yang telah ditetapkan.
Advokad muda asal Tanah Minang ini juga mengungkapkan peran MK dalam menyelesaikan sengketa pemilu.
“MK menghitung siapa pemenang dan siapa yang kalah berdasarkan bukti yang disajikan. Namun, kebutuhan akan bukti yang kuat untuk mengungkap dugaan kecurangan, belum ada yang bisa menunjukkan.
Dalam hal ini, Sahlan menegaskan perlunya bukti yang memadai sebelum melakukan pemungutan suara ulang (PSU).
“Belum ada fakta atau alat bukti yang menunjukkan kecurangan secara terstruktur, massif dan sistematis (TSM). PSU itu harus didasarkan pada bukti yang jelas dan tidak hanya pada asumsi,” tegasnya.
Perihal dugaan kecurangan dan rekayasa dalam proses rekapitulasi (sirekap), Sahlan menyatakan kebutuhan akan audit forensik yang menyeluruh.
“Sirekap harus dilakukan dengan transparan dan teliti untuk menghindari manipulasi,” tuturnya.
Sahlan menegaskan pentingnya kepercayaan pada lembaga negara yang telah ditunjuk untuk mengawal proses pemilu.
Dirinya mengingatkan pentingnya tidak menuduh tanpa bukti yang kuat, agar tidak memicu konflik dan tindakan kriminal.
“Kita harus menghindari tuduhan yang tidak berdasar dan mempercayai proses hukum yang ada. Kalau kita asal ngomong dan mengunggah ke medsos tanpa adanya bukti yang jelas nanti bisa kena undang-undang ITE,” tandasnya.
Pandangan dan analisis dari para ahli hukum di Indonesia, salah satunya seperti yang disampaikan Sahlan Azwar ini, diharapkan siding sengketa pemilu di MK ini dapat berjalan dengan transparan, adil, dan demokratis sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan dalam hukum. (gol)
Load more