Lamanya polemik lahan ini membuat kondisi Pakel kurang nyaman bagi warga. Padahal, ahli waris lahan Pakel berharap adanya kerukunan.
“Kami berharap pemerintah turun tangan, lakukan mediasi. Jadi, ada kejelasan terkait status tanah. Harus sama-sama legowo apapun keputusannya,” kata Rudhi Priyantono, cicit dari Senen yang membuka lahan Pakel tahun 1929.
Pria ini juga sepakat dilakukan mediasi. Jika memang lahan itu milik negara, para pihak diminta sama-sama menerima.
“Memang kami memiliki akta 1929 di zaman Belanda. Tapi, akta itu belum pernah didaftarkan kepemilikan ke BPN,” tegasnya.
Perlu diketahui, akta 1929 itu ternyata tidak di tangan para ahli waris. Sebab, kala itu Akta 1929 itu dititipkan ke perangkat desa. Hingga kini belum dikembalikan dan dinyatakan hilang. Padahal, sesuai akta 1929, Bupati Banyuwangi Noto Hadisuryo memberikan izin pembukaan lahan pakel pada tiga orang. Yaitu Dulgani, Karso dan Senen. Luas lahan yang dibuka mencapai 3000 hektar. Dari ketiganya, hanya Dulgani dan Senen yang memiliki keturunan. (hen)
Load more