Surabaya, tvOnenews.com – Pemkot Surabaya menertibkan permukiman liar dan gelandangan sepanjang 1966-1977. Mereka yang direlokasi mendapat rumah sangat sederhana (RSS) dengan ukuran tak lebih dari 50 meter persegi.
Para pendatang berebut ruang kota dengan masyarakat yang sudah ada. Banyak diantaranya tinggal di bekas tanah partikelir yang dikuasai gemeente yang kemudian dikuasai pemkot. Problem permukiman dan status tanah mulai jadi atensi Pemkot Surabaya.
Di era awal orde baru terjadi ledakan penduduk, tapi banyak yang tak punya sertifikat tanah. Redistribusi pun tanah dilakukan untuk mengimplementasikan kebijakan landreform yang sesuai semangat Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
“Tanah-tanah itu sudah diberikan ke masyarakat, namun tidak bisa didaftarkan sebagai hak milik,” ujar Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN), M. Nazir Salim.
Warga yang berangan-angan dapat sertifikat tanah malah dapat tapi hak sewa. Praktik itu disebut Almarhum Doktor Sukaryanto dengan istilah reforma agraria setengah hati. Kalau mau landreform sepenuh hati, maka tanahnya harus benar-benar diberikan ke masyarakat.
Di era reformasi, Surat Ijo atau Izin Penggunaan Tanah (IPT) bisa disertifikatkan oleh pemiliknya, hal itu tertera dalam surat dari Menteri Agraria dan Tata Ruang nomor AT. 02/2153/XII/2022, disana dijelaskan tata cara dan berapa harus membayarnya.
Dijelaskan Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantor Pertanahan Surabaya II, Kuntarto, IPT atau surat Ijo bisa saja disertifikatkan oleh pemiliknya.
Mengacu pada peraturan Menteri ATR/BPN, surat Ijo nantinya bisa diurus menjadi HGB diatas HPL dengan syarat sudah ada izin dengan dinas BPKAD atau dinas terkait.
Disana nanti juga ada perjanjian penempatan lahan surat Ijo tersebut selama 80 tahun.
“Adapun perinciannya, HGB pertama 30 tahun, lalu dimasa kedua bisa diperpanjang 20 tahun dan yang terakhir 30 tahun jadi totalnya 80 tahun,” ujarnya, Selasa (11/6).
Sedangkan untuk SHM, masih kata Kuntarto, warga surat Ijo harus memiliki surat pelepasan dari pemerintah kota baru bisa mengajukan ke BPN untuk diproses.
“Kemarin ada warga dari surat Ijo yang tergabung dari FASIS, mereka memaksa agar berkasnya permohonannya diterima, jelas ditolak, karena BPN bisa disalahkan oleh pemkot. Semua berkas walaupun surat Ijo kalau berkasnya lengkap dan tidak ada masalah kita akan tangani karena kita ini hanya administrasi atau mencatat saja,” jelas Kuntarto.
Kedepan BPN akan semakin mudah dengan program layanan sudah digital, tapi berkasnya harus tetap sesuai aturan. Jangan berkasnya tidak lengkap langsung dibawa ke BPN dan ketika diterima marah marah,” pungkasnya. (zaz/gol)
Load more