Surabaya, Jawa Timur - Hiperbilirubinemia atau bayi kuning menjadi permasalahan yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Hal ini diakibatkan karena bayi baru lahir belum mampu menyaring bilirubin seperti tubuh orang dewasa. Bilirubin adalah zat limbah yang terbentuk akibat proses perombakan sel darah merah.
Hiperbilirubinemia menjadi penyebab kematian nomor 5 di Indonesia pada bayi baru lahir. Permasalahan ini mengakibatkan 60 sampai 80 persen bayi harus dirawat di rumah sakit pada 7 hari pertama kehidupannya. Saat di rumah sakit bayi akan diberi berbagai penanganan untuk mengatasi hiperbilirubinemia, salah satunya adalah fototerapi.
Namun pandemi Covid-19 yang terjadi menjadikan orang tua khawatir untuk memberikan perawatan fototerapi di rumah sakit. Selain itu, pemberian fototerapi yang sesuai dengan dosis dan keadaan bayi menjadi indikator percepatan pemulihan bayi.
Demi menjawab keresahan itu, civitas akademika Universitas Airlangga (Unair) berkolaborasi guna menciptakan sebuah inovasi yang diberi nama Smart Phototerherapy System Airlangga Bilirubin Nesting (AirBiliNest). Inovasi ini dikembangkan oleh dr Mahendra Tri Arif Sampurna dari Fakultas Kedokteran, Andi Hamim Zaidan dari Fakultas Sains dan Teknologi, Dr Muhammad Nafik Ryandono dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis, dan Arya Satya Rajanagara dari Fakultas Kedokteran.
“Inovasi ini merupakan inovasi sistem fototerapi pintar yang dilengkapi dengan kalkulator, adjusted dose, portable yang memungkinkan untuk dilakukan fototerapi efektif di rumah,” kata Arya sebagai perwakilan tim.
Uniknya inovasi ini memberikan lingkungan yang mirip seperti rahim sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada bayi, terlebih pada bayi yang lahir prematur. Inovasi ini sekaligus membantu bayi untuk menguatkan otot-otot dengan bantuan bantalan di bagian bawah perangkat. Inovasi ini juga bisa mencegah terjadinya luka dekubitus pada bayi dan membantu bayi untuk melakukan gerakan-gerakan spontan seperti menggenggam tangan, menghisap jari, atau berpegangan pada tempat tidur.
“Material yang digunakan dilengkapi dengan serat optik yang bersifat hipoalergi dan lembut serta penempatan material yang sesuai, sehingga dapat meminimalkan pancaran sinar biru di siang hari,” ujarnya.
Dengan ditemukannya inovasi ini diharapkan dapat meningkatkan efektivitas fototerapi pada penyembuhan hiperbilirubinemia.
“Harapannya dapat meningkatkan implementasi fototerapi terhadap bayi hiperbilirubinemia yang sesuai dengan keadaan saat ini yaitu pandemi Covid-19, dimana keadaan ini menghambat orang tua untuk mencari pengobatan di rumah sakit,” terang Arya.
“Selain itu dengan adanya inovasi ini dapat mengurangi lama perawatan di rumah sakit dan menurunkan beban negara,” imbuhnya.
Inovasi yang berada di bawah pembinaan Badan Pengembangan Bisnis Rintisan dan Inkubasi Unair ini berhasil meraih pendanaan sebesar 250.000.000 oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada Desember 2021 lalu.
Saat ini inovasi sedang dalam tahap pengembangan dan diperkirakan siap digunakan pada Juni 2022 nanti.
“Saat ini sedang pengembangan. Target ke depan supaya inovasi ini bisa diterima dan mendapat surat izin edar,” tandas Arya. (Sandi Irwanto/hen)
Load more