Malang, tvOnenews.com - Kasus perampokan berujung pembunuhan di Jalan Anggodo, Dusun Mendit Timur, Desa Mangliawan, Kecamatan Pakis kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, Senin (29/7) siang kemarin.
Mereka meminta hakim memberi putusan sela bebas karena menilai penyidikan kasus tersebut cacat hukum.
Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum terdakwa yang dipimpin Henru Purnomo menyoroti beberapa hal. Antara lain proses penyidikan perkara, pemberian hak terdakwa untuk mendapatkan pendampingan hukum secara prodeo, rekonstruksi dan pengambilan sampel darah serta proses ujinya.
Henru mengatakan, selama proses penyidikan di Polsek Pakis, dua terdakwa tidak didampingi advokat, artinya melanggar pasal 56 ayat 1 KUHAP.
Mereka menyebut pada tanggal 31 Maret 2024 sekitar pukul 23.00, kedua tersangka disidik tanpa didampingi kuasa hukum.
"Ada dugaan penganiayaan dan arahan dari penyidik untuk membuat suatu pengakuan perbuatan. Karena takut akan penyiksaan itu terjadi lagi, akhirnya mereka mengaku, sesuai arahan penyidik," kata Hanru, Rabu (31/7).
Dia juga menyinggung soal adanya dugaan tanda tangan penasihat hukum dengan nama Ahmad Hadi Puspito dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Namun kliennya tidak mengetahui jika bagian tersebut sudah ditanda tangani. Bahkan sosok itu tidak ada ketika para terdakwa menandatangani BAP.
"Jadi klien kami tidak diperiksa dalam satu ruangan. Tapi dalam berita acara disebutkan jika Hadi mendampingi keduanya bersamaan," terangnya.
Hal lain adalah soal rekonstruksi kejadian, yang dilakukan pada 31 Juli 2024 di Polsek Pakis pukul 23.00. Lagi-lagi, tanpa penasihat hukum.
"Pada waktu yang sama dengan rekonstruksi, Wakhid sedang disidik," ujar dia.
Ditambahkan Hanru, seharusnya rekonstruksi dan penyidikan itu waktunya tidak sama. Dia juga menyinggung soal pengambilan sampel darah pada 25 April 2024.
"Karena tidak didampingi kuasa hukum, patut diduga telah terjadi pemaksaan. Yang dibuktikan dengan tidak ada tanda tangan persetujuan para tersangka," ucapnya.
Pengujian darah dan DNA tersebut juga tidak dilakukan di Laboratorium Forensik (Labfor) Polda Jatim, tapi lembaga penelitian penyakit tropis Universitas Airlangga (Unair) Surabaya. Hasilnya keluar pada tanggal 8 Mei 2024, baru diambil penyidik 14 Mei 2024.
"Atas hal-hal tersebut, tim penasihat hukum terdakwa meminta hakim membebaskan kedua terdakwa dalam putusan sela," pungkasnya.
Sementara itu, kuasa hukum korban Lydia Retnani menyebut, apa yang disampaikan kuasa hukum terdakwa adalah materi praperadilan.
"Sangat disayangkan juga jika bukti dari eksepsi itu tidak disertakan tadi. Tapi kami harap kasus ini jadi terang benderang," ujar Lydia.
Terkait kejanggalan saat penyidikan, ia tidak berkomentar banyak. Jaksa penuntut umum (JPU) Anjar Rudi Admoko tidak menanggapi banyak setelah pembacaan tersebut.
"Kami akan berikan tanggapan tertulis pada sidang berikutnya dua pekan lagi yakni tanggapan eksepsi dari jaksa pada tanggal 12 Agustus 2024," tukasnya. (eco/far)
Load more