Surabaya, tvOnenews.com – Kian bias, buntut saling lapor perkara sengketa bisnis waralaba Kampoeng Roti, yang dilaporkan di dua direktorat reserse kriminal, yakni Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jatim, dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim, mendapat tanggapan dari Pakar Hukum Pidana Universitas Airlangga Surabaya.
Prof. Dr. Nur Basuki Minarno menyayangkan terjadinya tumpang tindih dalam menangani kasus sengketa Kampoeng Roti. Terkesan tidak ada koordinasi antara penyidik Ditkrimum dan Dirkrimsus.
"Saya melihatnya belum ada suatu sistem yang terintegrasi di kepolisian, sehingga yang terjadi seperti itu. Di satu Polda pun terjadi seperti itu, bagaimana jika LP dibuat dengan Polda yang berbeda, pasti akan terjadi over lapping atau duplikasi laporan," terang Guru Besar di Fakultas Hukum Unair tersebut.
Prof Nur menambahkan, seyogyanya Ditkrimum lebih berwenang menangani kasus ini sebab pasal yang digunakan adalah pasal 372, pasal 378 dan pasal TPPU.
“Memang benar TPPU merupakan tindak pidana khusus. Tapi yang perlu diingat bahwa TPPU merupakan tindak pidana lanjutan dari predicate crime (tindak pidana asalnya) yaitu dalam hal ini Pasal 378 dan 372 KUHP,” jelasnya.
Lebih lanjut Prof Nur Basuki mengatakan, apabila bicara dalam UU TPPU dimungkinan TPPU diperiksa tanpa ada predicate crimenya. Tetapi dalam tataran praktek yang dia ketahui jika tidak ada bukti permulaan adanya suatu tindak pidana (predicate crime) sangatlah tidak relevan untuk memeriksa TPPUnya. Jadi sangatlah sulit untuk melapor perkara TPPU tanpa ada bukti permulaan adanya tindak pidana (predicate crime)
Atas penanganan kasus ini, Prof Nur Basuki melihat bukan pada conflict of interest, tetapi lebih tidak adanya komunikasi, koordinasi, sinergitas diantara penyidik apalagi masih dalam satu atap yaitu Polda.
Load more