Lumajang, Jawa Timur - Dampak bencana awan panas guguran Gunung Semeru pada 4 Desember tahun lalu, masih menyisahkan duka mendalam bagi warga yang terdampak. Tak hanya korban jiwa yang melayang dan harta benda yang hilang, namun juga berdampak di sektor pertanian dan perkebunan.
Seperti yang menimpa pada puluhan hektar lahan tanaman salak di Dusun Sumbersari, Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, Lumajang, yang rusak akibat tertimbun abu vulkanik. Kini, para petani yang terdampak hanya bisa meratapi nasibnya.
Menurut Sanhaji, warga setempat menjelaskan, lahan seluas 1 hektar lebih miliknya telah ditanami 1900 pohon salak, dirawat selama bertahun-tahun, sekarang luluh lantak tertimbun abu vulkanik. Terdapat empat jenis tanaman salak di kebun miliknya, yakni salak manggala, gula pasir, salak madu, dan salak pondoh.
Selama ini dirinya tak perlu bersusah payah memasarkan buah salaknya ke luar. Hampir setiap bulannya, sudah ada tengkulak yang datang membeli langsung ke kebunnya. Mereka datang dari berbagai daerah di Jawa Timur. Harga salak di tempat Sanjani relatif terjangkau. Jika memasuki musim panen harga per kilo 5 ribu rupiah dan paling murah Rp1500.
Namun saat ini pasca bencana Semeru, tak ada satupun tengkulak yang mau membeli salak dari hasil kebunnya. Mereka (tengkulak) beralasan buah salak miliknya sudah bercampur dengan sisa abu vulkanik dan warnanya kusam. Padahal menurutnya rasa yang dihasilkan tetap seperti biasanya.
Lanjutnya, dalam satu bulan buah salak panen hingga dua kali. Sekali panen, ia meraup keuntungan hingga empat juta rupiah.
"Sekarang ya tidak laku mas, saya dan petani salak lainnya positif gagal panen, karena buahnya banyak abunya. Tapi kalau rasa masih sama kalau kondisi normal, tapi mau gimana kadang pembeli gak mau ribet," ungkap Sanhaji.
Load more