Nganjuk, tvOnenews.com - Proses pengaspalan jalan di Desa Ngadipiro, Kecamatan Wilangan, Kabupaten Nganjuk menjadi sorotan publik setelah muncul dugaan bahwa kegiatan tersebut dimanfaatkan oleh salah satu bakal calon wakil bupati (cawabup) untuk kepentingan kampanye.
"Pengaspalan jalan yang tengah berlangsung terlihat diabadikan dalam bentuk konten media sosial oleh tim kampanye bakal Cawabup tersebut. Dalam video yang beredar, sang bakal cawabup tampak hadir di lokasi proyek, memberikan pernyataan mengenai pentingnya pembangunan infrastruktur untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat," jelas Roni, saat di temui di Desa Ngadipiro, Rabu (18/9).
Roni menambahkan, pengaspalan jalan desa di Desa Ngadipiro, ada tiga titik pengerjaan dua bulan lalu. Namun, saat pengerjaan salah satu bakal calon wakil bupati yaitu Tri Handy Cahyo Saputro, datang ke lokasi pengerjaan pengaspalan.
"Kalau saya lihat, kedatangan Tri Handy bersama timnya, membuat konten video, dilakukan saat pengerjaan pengaspalan," tambah Roni.
Pengamat kebijakan publik menilai bahwa kehadiran bakal cawabup di tengah proyek tersebut berpotensi melanggar aturan kampanye.
“Program pemerintah seharusnya tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau politik. Apalagi ini adalah dana publik yang digunakan untuk kepentingan masyarakat, bukan untuk kampanye individu,” kata Hery Hendarto, pengamat kebijakan publik asal Nganjuk.
Menurut Hery, selama itu masih dibiayai oleh pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas PUPR Nganjuk, lalu diklaim oleh salah satu paslon, itu tidak tepat dan tidak pas.
"Kan itu milik publik, jadi tidak boleh diakui secara sepihak. Kecuali kalau di dalam kontennya cuma menginformasikan, tetapi kalau ada tendensi untuk kepentingan salah satu paslon itu tidak etis, tidak elok. Apalagi kalau (proyek Dinas PUPR) itu diakui untuk mendapatkan perhatian warga di lokasi pekerjaan," ujar Hery.
Dalam hal ini Dinas PUPR Nganjuk semestinya juga harus bisa mengontrol dan harus mengingatkan jika ada pihak yang mengklaim proyek pemerintah untuk kepentingan politik.
Lanjut Hery, bapaslon itu masih di luar pemerintah, bukan merupakan bagian dari pemerintah,sehingga tidak etis mengklaim pekerjaan pemerintah untuk mendapat simpati masyarakat.
"Kecuali sudah dilantik atau diberi jabatan sebagai kepala daerah atau kepala dinas, maka boleh-boleh saja membuat konten untuk menginformasikan bahwa ini ada proyek yang bisa dimanfaatkan oleh publik, nah itu boleh. Selama itu tidak ada kaitannya (dengan pemerintah daerah) nah itu tidak boleh," ungkap Hery.
"Jadi paslon membuat konten seperti itu menimbulkan conflict of interest, sebaiknya dihindari lah membuat seperti itu. Itu justru akan diblack campaign oleh paslon lain, karena memanfaatkan kegiatan yang bukan kewenangannya," tambah Hery.
"Kalau ingin memberikan informasi, sebaiknya tidak mengaitkan dengan fungsi dari perangkat daerah, seperti Dinas PUPR ini," katanya.
Lebih lanjut Hery menjelaskan, Dinas PUPR Nganjuk sendiri juga bisa ikut kena getahnya. Di mana, publik akan menganggap organisasi perangkat daerah tersebut tidak netral.
"Bisa blunder juga. Iya kalau yang jadi nanti paslon itu. Tapi kalau yang jadi ternyata paslon lain, itu kan menjadi catatan khusus bagi kepala daerah yang terpilih nanti," ujarnya.
Selain itu Hery juga menilai bahwa tindakan yang dilakukan salah satu paslon tersebut juga bisa disebut mencederai demokrasi. Di mana, sengaja memanfaatkan proyek pemerintah untuk kepentingan politiknya. (kso/far)
Load more