“Itu akan lebih bermanfaat. Dan ini penting karena ke depan kita akan menyongsong Indonesia Emas 2045. Upaya meningkatkan kualitas SDM kita tidak boleh hanya mengandalkan pemerintah. Sektor swasta juga harus turut andil,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bappeda Jatim M Yasin menjelaskan bahwa bahwa dalam penyusunan APBD, ada acuan terkait mandatory spending. Dimana semua proporsi alokasi anggaran diatur dalam undang-undang dalam bentuk belanja wajib. Dengan acuan itu, porsi belanja daerah harus menyesuaikan dengan ketentuan tersebut.
“Sebagai contoh mandatory spending tersebut adalah belanja pendidikan minimal 20 persen, belanja pegawai maksimal 30 persen, padahal di Jawa Timur beberapa kabupaten dan kota belanja pegawainya masih lebih dari 30 persen,” tegas Yasin.
Selain itu juga ada mandatory spending untuk belanja infrastruktur minimal 40 prosen, belanja pengawasan minimal 0,3 persen, belanja peningkatan kapasitas aparatur SDM minimal 0,34 persen dan belanja pemeliharaan jalan dan keselamatan transportasi minimal 10 persen dari pendapatan pajak kendaraan bermotor.
Selain itu juga ada kewajiban belanja kesehatan, yang dikatakan Yasin, meskipun tidak masuk mandatory spending, kesehatan harus dialokasikan minimal 10 persen karena merupakan pelayanan dasar.
“Dari hitung-hitungan ini saja maka porsinya sudah habis. Sementara belanja bidang sosial, pemerintahan, perekonomian, pertanian, kemiskinan, dan lain-lain juga perlu mendapatkan perhatian dan prioritas daerah,” urainya.
Belum lagi ada potensi penurunan pendapatan di tahun 2025 akibat berlakunya UU No 1 Th 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Load more