“Yang harus ditekankan bahwa sopir kami belum sejahtera, pengusaha truk kami belum sejahtera, buruh pelabuhan belum sejahtera, buruh pabrik belum sejahtera. Kalau semua belum sejahtera dan libur 16 hari, pasti lapar. Pasti mereka nggak bisa kasih makan keluarganya, makanya kami mohon kepada pemerintah agar ditinjau kembali. Untuk liburnya cukup H-3 hingga H+1,” tegas Kody.
Terkait kerugian yang dialami Organda, ia mengatakan sangat besar. Dengan asumsi harga pemakaian atau sewa satu truk sebesar Rp1 juta per hari dengan jumlah truk di Tanjung Perak sekitar 8000 unit truk, maka kerugian dalam sehari mencapai Rp8 miliar. Artinya, kerugian selama 16 hari masa libur bisa mencapai Rp108 miliar. Belum kerugian sopir yang tidak bisa bekerja selama 16 hari.
Kody mengancam, jika pemerintah tetap berpatokan kepada SKB tersebut, maka pengusaha truk tidak akan mematuhinya.
“Kami akan tetap jalan. Contohnya ya libur Idul Fitri tahun lalu tidak ada juga yang libur. Supaya kami patuh, tolong dikaji dulu untuk SKBnya, libur cuku H-3 hingga H+1,” tukasnya.
Sementara Ketua INSA Surabaya Stenven Lasawengan mengaku bahwa SKB tersebut sangat menyulitkan pengusaha kapal. Dalam struktur biaya transportasi laut itu ada yang namanya chartered, yaitu biaya yang dihutang dari bank.
“Jika mengambil rata-rata US$10.000 per kapal per hari, maka dikalikan jumlah kapal 120 unit kapal, berarti kurang lebih US$1,2 juta yang harus dikeluarkan untuk biaya charteder. Berikutnya adalah bahan bakar minyak kurang lebih rata-rata hampir Rp10 juta itu per hari. Jadi nanti bisa dikalkulasi sendiri gitu kerugiannya ketika itu diberhentikan selama 16 hari. Belum biaya oli, ABK dan lain sebagainya,” terangnya.
Untuk itu, Kadin Jatim, bersama lima Asosiasi Kepelabuhanan berharap, pemerintah mengkaji kembali kebijakan pembatasan operasional angkutan barang, agar perekonomian tetap bisa bergerak. (sha/far)
Load more