Surabaya, tvOnenews.com - Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Dirjen dan Korlantas Polri tentang pengaturan lalu lintas angkutan lebaran 2025/1446 H terus menuai protes dari sejumlah kalangan pengusaha.
Kali ini, protes ditegaskan oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur Adik Dwi Putranto, Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) Tanjung Perak, Kody Lamahayu, Ketua Indonesian National Shipowners’s Association (INSA) Surabaya Stenven Lasawengan, Ketua Gabungan Importir Seluruh Indonesia (GINSI) Jawa Timur, Bambang Sukadi, Ketua Gabungan Pengusaha Eksportir Indonesia (GPEI) Jawa Timur Isdarmawan Asrikan, dan Ketua Asosiasi Logistik dan Forwarder (ALFI) Jawa Timur Sebastian Wibisono di Graha Kadin Jatim, Surabaya, Kamis (13/3/2025) malam.
Kadin Jatim menilai, kebijakan pemerintah yang tertuang dalam SKB tersebut terkesan “sembrono” tanpa ada kajian yang mendalam. Karena jika operasional kendaraan diliburkan selama 16 hari, maka dipastikan akan mengganggu roda perekonomian dan menyebabkan kerugian yang cukup besar bagi pelaku usaha. Untuk itu, Kadin Jatim meminta pemerintah untuk memberikan diskresi karena sejauh ini kondisi lalu lintas di Jawa Timur cukup aman dan tidak pernah terjadi kemacetan yang cukup parah.
“Harus ada kajian karena kami menilai selama ini pemerintah mengeluarkan regulasi tanpa ada kajian. Ada banyak kebijakan yang terkesan kontroversi yang justru mengganggu target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan. Dan menurut saya itu terlalu sembrono. Harus ada blueprintnya atau ada peta jalannya karena urusannya nanti ekspor-impor. Dan pengusaha seharusnya dilibatkan. Jangan asal putus tanggung jawab,” ujar Adik Dwi Putranto.
Menurutnya, ini adalah libur terlama sejak kepemimpinan Presiden Soeharto. Padahal kondisi infrastruktur saat ini jauh lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Apalagi dengan tersambungnya jalur tol dari Jakarta hingga Banyuwangi dan Jalur Lintas Selatan (JLS). Praktis, arus lalu lintas di Jawa Timur bisa dipastikan aman dan tidak akan mengalami kemacetan yang cukup parah. Sehingga meliburkan operasional kendaraan niaga selama 16 hari adalah kebijakan yang sangat bertentangan dengan target pertumbuhan ekonomi sebesar delapan persen yang dicanangkan pemerintah.
Penolakan yang sama juga diungkapkan Ketua Organda Tanjung Perak Kody Lamahayu. Ia mengaku sangat keberatan dengan libur yang cukup panjang tersebut karena kerugiannya sangat besar dan akan mengakibatkan terganggunya ekosistem logistik Jatim.
“Yang harus ditekankan bahwa sopir kami belum sejahtera, pengusaha truk kami belum sejahtera, buruh pelabuhan belum sejahtera, buruh pabrik belum sejahtera. Kalau semua belum sejahtera dan libur 16 hari, pasti lapar. Pasti mereka nggak bisa kasih makan keluarganya, makanya kami mohon kepada pemerintah agar ditinjau kembali. Untuk liburnya cukup H-3 hingga H+1,” tegas Kody.
Terkait kerugian yang dialami Organda, ia mengatakan sangat besar. Dengan asumsi harga pemakaian atau sewa satu truk sebesar Rp1 juta per hari dengan jumlah truk di Tanjung Perak sekitar 8000 unit truk, maka kerugian dalam sehari mencapai Rp8 miliar. Artinya, kerugian selama 16 hari masa libur bisa mencapai Rp108 miliar. Belum kerugian sopir yang tidak bisa bekerja selama 16 hari.
Kody mengancam, jika pemerintah tetap berpatokan kepada SKB tersebut, maka pengusaha truk tidak akan mematuhinya.
“Kami akan tetap jalan. Contohnya ya libur Idul Fitri tahun lalu tidak ada juga yang libur. Supaya kami patuh, tolong dikaji dulu untuk SKBnya, libur cuku H-3 hingga H+1,” tukasnya.
Sementara Ketua INSA Surabaya Stenven Lasawengan mengaku bahwa SKB tersebut sangat menyulitkan pengusaha kapal. Dalam struktur biaya transportasi laut itu ada yang namanya chartered, yaitu biaya yang dihutang dari bank.
“Jika mengambil rata-rata US$10.000 per kapal per hari, maka dikalikan jumlah kapal 120 unit kapal, berarti kurang lebih US$1,2 juta yang harus dikeluarkan untuk biaya charteder. Berikutnya adalah bahan bakar minyak kurang lebih rata-rata hampir Rp10 juta itu per hari. Jadi nanti bisa dikalkulasi sendiri gitu kerugiannya ketika itu diberhentikan selama 16 hari. Belum biaya oli, ABK dan lain sebagainya,” terangnya.
Untuk itu, Kadin Jatim, bersama lima Asosiasi Kepelabuhanan berharap, pemerintah mengkaji kembali kebijakan pembatasan operasional angkutan barang, agar perekonomian tetap bisa bergerak. (sha/far)
Load more