Lumajang, Jawa Timur – Setelah lebih dari 3 bulan melaksanakan kegiatan belajar mengajar di tenda darurat, kini puluhan siswa SDN Pronojiwo 3 Lumajang, bisa bernafas lega, setelah mereka di pindahkan ke sekolah darurat di sekitar kawasan wisata hutan bambu, desa Sumbermujur Candipuro.
Sebelumnya, para siswa yang merupakan penyintas bencana erupsi Semeru yang berasal dari Dusun Curah Kobokan ini, melaksanakan kegiatan belajar mengajar di tenda darurat di Dusun Watu Kandang Desa Penannggal.
Mulyadi (10), salah satu siswa kelas 4 mengaku jika di sekolah darurat baru ini lebih nyaman. Sebab, di sekolah tenda darurat yang lama kondisinya sangat panas dan gerah, karena menggunakan atap plastik, serta seluruh siswa kelas 1 hingga kelas 6, tinggal dalam satu tenda sehingga sangat tidak nyaman.
“Ya enakan disini, karena kelasnya ndak jadi satu, udaranya juga sangat sejauk, sedangkan di tempat yang lama gaduh dan berisik karena semua ngumpul dalam satu tenda,”ujar Mulyadi, Sabtu (9/4/2022) siang.
Terpisah, Martoyo selaku Kepala SDN Supit Urang 3 menyatakan jika dipindahkannya sekolah darurat ini tidak lepas dari campur tangan dari berbagai pihak. Selain dari pihak donatur, peran dari pemerintahan Desa Sumbermujur juga menjadi penentu hingga akhirnya terbangun enam unit sekolah darurat, di sekitar kawasan wisata hutan bambu.
“Begitu ada tawaran akan jika sekolah akan dipindahkan ke lokaasi yang lebih nyaman, kami rapatkan dengan pihak guru dan wali murid, yang juga sangat setuju dengan rencana ini,”terang Martoyo.
Ada beberapa alasan yang melatarbelakangi dipindahkannya sekolah darurat ini, selain tempatnya yang menumpang di halaman rumah warga, letak sekolah tenda darurat yang lama ini persis di samping jalan raya, dan padat kendaraan sehingga mengancam keselamatan siswa.
“Yang lama itu tempatnya numpang di halaman rumah warga, yang selama ini dijadikan tempat menjemur padi. Disamping itu, ramainya kendaraan di jalan juga sangat menganggu proses belajar mengajar serta keselamatan anak didik kami, semua wali murid juga sangat mendukung,”imbuhnya.
Setelah diperoleh kesepakatan dari berbagai pihak, akhirnya 6 unit sekolah darurat dengan konstruksi rangka bambu dan atap baja ringan terbangun. Sejak tanggal 1 april lalu telah ditempati untuk kegiatan belajar mengajar.
“Alhamdulillah, sejak 1 april lalu secara resmi sudah kami gunakan untuk kegiatan belajar mengajar, sambil menunggu pembangunan sekolah permanen di tempat relokasi dibangun,”pungkasnya.
Sebelum bencana erupsi gunung semeru terjadi pada 4 desember silam, sekolah ini memiliki 75 siswa. Namun saat ini tersisa 72 siswa, yang mana 2 siswa diantaranya menjadi korban erupsi, sementara 1 siswa lagi menjadi korban kecelakaan saat dalam perjalanan menuju tempat pengungsian. (Wawan Sugiarto/rey)
Load more