Surabaya, Jawa Timur - Pemberitaan terkait dengan perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan sampai saat ini masih banyak yang tidak adil. Hal ini mendasari Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak Dan Kependudukan ( DP3AK ) menggelar pertemuan pemahaman gender dan perlindungan anak dengan media massa. Kadis DP3AK, Restu Novi Widiani menyampaikan bahwa pertemuan dengan media massa menjadi penting karena bisa bersama membangun visi dalam penyampaian berita dengan perempuan dan anak sebagai subyeknya.
"Ini bukan dalam arti stop pemberitaan tentang kekerasan, justru kami senang bahwa berita itu semakin banyak, artinya kita sudah tahu bahwa banyak teman-teman itu yang sudah menjadi pelapor dan pelopor, yang berarti ini adalah banyak yang bisa menyuarakan ke media cuman tinggal bagaimana menayangkannya," ujar Restu Novi Widiani.
"Seringkali berita tentang kekerasan seksual yang ditampilkan dalam berita secara detail malah mengesankan pornografi. Ini bisa kontraproduktif, bukan jera tetapi bisa memicu kekerasan seksul terulang," lanjut mantan pejabat Dinsos Jatim tersebut.
Sejauh ini tampilan berita di media online masih sangat masif menempatkan perempuan dan anak menjadi obyek berita yang terus diekploitasi. Restu Novi melihat kondisi ini harus bisa diubah sehingga pemberitaan lebih responsif gender dan anak.
"Sejauh ini masih ada media khususnya online yang belum menempatkan korban khususnya anak dan perempuan sebagaimana mestinya. Kalau secara umum sudah lebih baik khususnya untuk media cetak. Tentu ini menjadi tugas kita untuk bersama -sama memikirkan berita yang lebih proporsional dengan korban perempuan dan anak," lanjutnya.
Sementara itu, Tri Ambarwati dari Forum Jurnalis Perempuan Indonesia mendukung sinergi DP3AK dengan media massa di Jawa Timur. Menurutnya kegiatan ini sangat bermanfaat bagi jurnalis, sehingga dalam menulis atau menayangkan berita dengan perempuan dan anak yang menjadi korban akan lebih arif dan tidak menyudutkan semata-mata demi kepentingan medianya.
"Program pelatihan ini sangat luar biasa karena media atau jurnalis bisa lebih santun, lebih arif ketika perempuan atau anak yang menjadi korban. Sehingga berita akan bisa menjadi referensi bagi korban lain untuk berani bicara dan tidak malah ketakutan. Selama ini sering korban malah takut bicara karena merasa disudutkan oleh media," ujar Tri.
Kegiatan pertemuan pemahaman pengarusutamaan gender dan perlindungan anak dengan media massa, diikuti oleh pimpinan media, organisasi media (AJI, PWI dan FJPI). Selain itu juga dari instansi terkait di lingkungan Pemprov Jatim. (msi/hen)
Load more