Peristiwa malang yang menimpa bayi pasangan suami istri Yopi Widianto (26) dan Rohmah Rodlotulul Jannah (29) di RSUD Jombang mendapat perhatian dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Jombang. Operasi sesar disebut tidak bisa dilakukan begitu saja atas dasar permintaan pasien.
"Tidak boleh (sembarangan) meskipun permintaan pasien. Ini bisa jadi pembelajaran bagi masyarakat, sebab operasi sesar juga ada banyak risiko yang harus diambil," ungkap Ketua IDI Jombang Hexawan Tjahya Widada, Selasa (2/8/2022) usai hearing di gedung DPRD Jombang.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa segala keputusan yang diambil oleh tenaga kesehatan diatur dalam kode etik. Sebelumnya diceritakan oleh Yopi bahwa istrinya dibawa ke RSUD Jombang untuk operasi sesar atas rujukan dari Puskesmas Sumobito.
Hexawan yang juga Kepala Puskesmas Sumobito memastikan bahwa pihak puskesmas tidak mungkin mengeluarkan surat rujukan untuk sesar. Keputusan akhir untuk operasi sesar atau lahiran norman ada di tangan RSUD Jombang.
"Puskesmas tidak bisa mengeluarkan surat rujukan untuk operasi sesar. Keputusan untuk operasi ada pada pihak kedokteran atau tim ahli rumah sakit," terangnya.
Kronologi Meninggalnya Bayi di RSUD Jombang setelah Dipaksa Lahiran Normal
Kejadian berawal saat Rohmah mengalami kontraksi pada Kamis (28/7/2022). Hasil pemerikasaan di Puskesmas Sumobito menyarankan serta memberi rujukan agar ia menjalani operasi sesar di RSUD Jombang.
"Puskesmas itu tidak mau, harus disesar. Kemudian dibawa sama mertua. Istri RSUD terus tandatangan surat, entah surat apa itu, saya belum datang soalnya," beber Yopi dengan raut wajah sedih kepada awak media, Senin (1/8/2022).
Sesampainya di RSUD Jombang, perawat di rumah sakit plat merah itu menolak untuk melakukan operasi sesar dan meminta Rohmah untuk melahirkan secara normal saja.
“Tapi pihak RSUD malah maksa lahiran normal. Padahal waktu USG di RSUD, dokter sudah menyarankan untuk sesar. Karena istri juga punya riwayat penyakit dan badannya juga gemuk," jelas Yopi.
Proses persalinan berlangsung lama, sekitar tujuh jam bayi tidak dapat keluar sama sekali. Rohmah yang mengaku sudah tidak kuat bertanya ke perawat mengapa dirinya tidak dioperasi saja.
"Istri saya nanya lagi, kok gak dioperasi? Bisa kok mbak, kita usahakan kata perawat itu. Karena saya juga awam saya serahkan ke rumah sakit. Tapi masih tidak bisa keluar,” ujar Yopi.
Setelah sekian lama akhirnya pihak rumah sakit mengeluarkan vakum untuk menyedot kepala bayi malang itu. “Waktu disedot itu, sudah tidak bernyawa," jelas Yopi.
Dalam kondisi sudah tidak bernyawa, badan bayi belum bisa keluar dari rahim Rohmah hanya kepalanya saja.
"Saya keluar nangis, habis itu masuk lagi terus ditanya dokter laki-laki. Mas, jalan satu-satunya dekaminasi atau apa gitu, apa itu? Pemisahan anggota tubuh biar bisa keluar janinnya. Terus badannya nanti diambil dengan operasi sesar," jelas Yopi.
Sambil menahan tangisnya Yopi kembali bertanya, lantas mengapa tidak dari awal dioperasi sesar saja. "Loh kenapa tadi tidak dicaesar? Dijawabnya kalau bisa normal ya normal dulu. Saya melihat istri masih kesakitan, saya lihat bayi itu masih di sini (menunjuk rahim) itu kepalanya, saya tidak bisa membayangkan," terangnya.
Akhirnya dengan terpaksa demi keselamatan sang istri, Yopi memilih menerima dan menandatangani surat pernyataan persetjuan pemotongan bagian tubuh buah hatinya.
"Terus saya tandatangan akhirnya dioperasi itu jam 12 sudah selesai, saya melihat bayinya, sudah tidak bernyawa. Ada bekas jahitan di sini (leher). Kalau seumpama tadi disesar, ya meskipun tidak selamat, tapi saya sendiri ikhlas, setidaknya tidak diperlakukan seperti itu," ucap Yopi kecewa.
Yopi berharap apa yang terjadi pada keluarga kecilnya tidak menimpa keluarga lain. Ia juga meminta agar pihak RSUD Jombang mau bertanggungjawab atas peristiwa naas yang telah terjadi.
Sementara itu dalam konferensi persnya, RSUD Jombang membantah adanya tuduhan memaksa lahiran secara normal. Kepala Bidang Pelayanan Medis dan Keperawatan RSUD Jomhang Vidya Buana membenarkan peristiwa yang terjadi terhadap pasien Rohmah dan bayinya.
Kendati demikian pihaknya menampik bila proses persalinan tersebut disebut memaksa apalagi malapraktik. Pemisahan tubuh korban adalah cara terbaik untuk menyelamatkan nyawa sang ibu.
"Itu sudah jalan terbaik dan juga sudah meminta persetujuan dari keluarga,” ujarnya kepada awak media di RSUD Jombang, Senin (1/8/2022).
Saat ditanya, lantas mengapa tidak dilakukan operasi sesar sejak awal, Vidya menjawab bahwa pasien dinilai dalam kondisi baik dan sanggup untuk melahirkan secara normal.
"Ibu ini dengan kondisi baik. Pada saat di RSUD juga sudah bukaan 8. Jadi tidak memungkinkan untuk operasi caesar," terangnya.
Terkait dengan pelayanan perawat yang disebut kurang baik, pihaknya mengaku akan memberikan sanksi tegas. "Pasti akan kami tindak. Di sini sudah ada bagian untuk menilai kinerja bagi setiap karyawan RSUD Jombang," tandasnya. (amr)
Load more