Malang, Jawa Timur - Tingginya harga pakan ayam semenjak Covid-19 sampai sekarang, membuat para peternak banyak yang mengalami kebangkrutan alias gulung tikar.
"Harga telur naik itu menyesuaikan harga yang di pasaran," ujar Sugeng salah satu peternak ayam petelur di Wonokoyo Malang, Senin (15/8).
Selain mengikuti harga di pasaran, kata Sugeng, tingginya harga juga disebabkan ongkos biaya pakan ternak yang tinggi, sehingga adanya penyesuaian.
"Satu sak konsentrat harga normal Rp335.000 dan sekarang Rp471.000. Harga jagung normalnya Rp3600 sekarang Rp5900 per kilogram," ungkapnya.
Hal ini berimbas pada harga telur, dari peternak perkilonya dijual Rp27 ribu dan para pengecer menjual di kisaran Rp28.500 sampai Rp30.000.
Sugeng mengatakan, dalam sehari ia dapat menghasilkan 60 kilogram telur dari 1000 ekor ayam ras.
Meski harga telur naik, dampak kenaikan harga pakan tersebut membuat keuntungan yang ia peroleh semakin menipis.
"Keuntungan malah menipis, karena pakan ternak juga mahal," terang Sugeng.
Kondisi itu juga, yang membuat tak sedikit para peternak ayam petelur yang harus gulung tikar.
Kini di wilayah RW-nya terdapat 4 peternak ayam petelur, cerita Sugeng, yang masih bertahan termasuk dirinya.
"Meskipun pakan ternak harganya naik, tapi jangan sampai harga telur terus turun," harap Sugeng.
"Karena peternak bisa bangkrut, dan Alhamdulillah saya bisa bertahan karena ada yang bantu suplai pakan," bebernya.
Sugeng juga menyampaikan, bahwa para peternak sangat berharap terhadap pemerintah agar dapat mengendalikan harga pakan yang melambung tinggi.
"Semoga pihak pemerintah bisa mengendalikan harga pakan ternak, bisa stabil agar ada kepastian untuk keberlangsungan usaha," pungkas Sugeng. (eco/hen)
Load more