Banyuwangi, Jawa Timur - Naiknya harga BBM tak hanya dikeluhkan para pedagang sembako. Pengelola pertashop di Banyuwangi justru kelimpungan akibat melambungnya BBM. Pembeli pertashop makin sepi. Padahal, modal mendirikan SPBU mini ini sangat mahal, tembus hingga Rp500 juta.
Pertashop yang banyak dibuka di kawasan pedesaan ini hanya menawarkan BBM jenis pertamax, padahal harganya paling mahal. Dampaknya, hanya pengendara motor yang mau membeli, itu pun jumlahnya sangat minim.
“Dulu kami bisa jualan 500 liter per bulan. Sekarang, 100 liter saja sulit. Pembeli sepi,” keluh AU (30), salah satu pengelola pertashop di Banyuwangi, Senin (12/9) siang.
Saking sepinya, menurut AU, ada salah satu pertashop yang hanya mendapat omzet Rp100 ribu per hari. Padahal, para pengelola pertashop ini mengeluarkan modal tak sedikit. Bahkan, ada yang menggunakan dana talangan.
“Jika kondisi begini, bagaimana bisa bayar angsuran bank,” keluhnya lagi.
Minimnya omzet, tak jarang pengelola pertashop tak mampu menggaji pegawai. Imbasnya, mereka sendiri terpaksa melayani sendiri di pertashop.
Dengan naiknya BBM, modal pembelian dari Pertamina makin naik, sedangkan keuntungan per liter justru anjlok. Sepinya pertashop ini diduga akibat mahalnya harga pertamax, sehingga warga lebih memilih pertalite di SPBU besar.
Yang dikeluhkan lagi, para pengelola pertashop belum pernah mendapatkan pelatihan atau perhatian dari pemerintah terkait manajemen SPBU, sehingga semuanya berjalan alami. Belum lagi, rumitnya mengurus perizinan.
Load more