Malang, Jawa Timur - Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tanggap membantu korban tragedi Kanjuruhan. Sederet tim diterjunkan seperti tim medis dan psikologis yang bertujuan mendampingi, menemani, mendengarkan keluh kesah keluarga korban serta memberikan pelayanan psikologis.
Tim yang diusung UMM itu tergabung dalam gerakan trauma support mobility yang telah melaksanakan bantuan dan kordinasi. Salah satunya pada Kamis (6/10) lalu bersama dengan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI Prof. Dr. Muhadjir Effendy M.A.P. di teater Dome UMM.
Selain tim UMM, gerakan trauma support mobility juga diisi oleh tim dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Malang, HIMPSI Malang, Save the Children, Maharesigana UMM, MDMC, UIN Maulana Malik Ibrahim, Universitas Merdeka, Universitas Brawijaya dan sederet lainnya. Hadir pula perwakilan dari BTS ARMY Help Center Indonesia yang akan mendukung proses trauma support.
Muhadjir menilai bahwa tim gabungan ini merupakan upaya yang bagus untuk mengatasi insiden di Kanjuruhan.
Berbeda dengan korban fisik yang bisa diukur dan diperkirakan sembuhnya, cedera korban mental lebih sulit untuk dihitung dan diidentifikasi. Bahkan bukan hanya korban saja, tapi juga kerabat dan keluarga yang ditinggalkan.
Terkait dana operasional, ia menjelaskan bahwa ada dana siap pakai (DSP) di pemerintah daerah yang bisa dialokasikan. Termasuk salah satunya untuk memberikan santunan kepada keluarga dan kegiatan trauma support ini.
Ia juga mendorong para rektor di perguruan tinggi Malang untuk turut berkontribusi dalam rangkaian pendampingan psikologis tersebut agar lebih masif.
Koordinator tim pendataan sekaligus Aremania Kampus Putih UMM, Muh. Farhannudin Nur Avif menuturkan bahwa sampai saat ini timnya masih terus mencari data yang valid. Apalagi jumlahnya berbeda antara satu sama lain. Ada yang menemukan bahwa korban meninggal 125 orang, adapula yang 183, bahkan ada yang 200an. Maka, pendataan ulang dengan seksama menjadi hal yang penting.
Selain itu, ia dan tim juga terus mencari korban luka-luka dalam tragedi malam itu. Jumlahnya tentu lebih banyak daripada yang meninggal. Ia mengaku bahwa proses pencariannya juga cukup memakan waktu karena lebih rumit.
Farhan, sapaan akrabnya mengatakan bahwa tragedi pilu ini sangat membekas di hatinya. Ia menganggap semua Aremania merupakan saudaranya sendiri. Maka, salah satu upaya yang ia lakukan adalah mencari data valid korban hingga paling akhir. Apalagi banyak anak-anak yang menjadi yatim karena ditinggalkan orangtuanya, padahal niat awal hanya ingin menonton sepak bola.
“Saya juga bersyukur pihak Kampus Putih sangat membantu kami dalam proses ini. Bahkan kemarin juga menawarkan untuk mendirikan posko di UMM. Senantiasa mendukung dan menyediakan alat-alat untuk mempermudah validasi data. Tentu kami sangat mengapresiasi hal tersebut. Pun dengan peran UMM untuk menghubungkan kami dengan Menko PMK untuk menyampaikan aspirasi kami ke pejabat lain dan pemerintah. Semoga proses investigasi dan penetapan tersangka bisa segera berjalan dengan cepat dan tepat,” pungkas mahasiswa Teknik Sipil UMM, Sabtu (8/10/2022). (eco/ree)
Load more