Jakarta - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Puspayoga menyoroti kasus bullying atau perundungan terhadap seorang anak usia 13 tahun yang dilakukan oleh teman seangkatannya di sebuah pondok pesantren di Kabupaten Malang, Jawa Timur.
Bintang menyatakan prihatin atas terjadinya kasus tersebut.
Menurut Bintang, untuk penanganan kasus seperti ini, pendampingan dan perlindungan korban, serta proses hukum yang adil menjadi fokus yang perlu diperhatikan.
Selain itu, pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah berasrama pun menjadi penting untuk segera dilakukan.
“Kejadian ini tentunya sangat memprihatinkan. Korban mengalami pemukulan oleh teman seangkatannya hingga mengakibatkan luka – luka, lebam, dan patah tulang hidung," tutur Bintang, Kamis (5/1/2023).
Dia juga menyayangkan kasus tersebut terjadi di sekolah berasrama.
"Tentunya kekerasan seperti ini seharusnya tidak boleh terjadi, khususnya di lingkungan sekolah berasrama, di mana anak tidak hanya datang ke sekolah untuk belajar, namun juga anak tinggal di asrama sekolah tersebut," terangnya.
Bintang menekankan, pihak sekolah diharapkan dapat melakukan pengawasan untuk mencegah terjadinya hal-hal seperti ini lagi.
"Karena bullying banyak mengakibatkan efek negatif pada anak," ujarnya.
"Mari kita ambil langkah pencegahan kekerasan di lingkungan pendidikan, khususnya di lingkungan sekolah berasrama,” sambung dia.
Bintang menjelaskan, berdasarkan laporan dan hasil koordinasi Tim SAPA KemenPPPA dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Malang, korban DF (13) mengalami kekerasan yang dilakukan oleh KR (13) pada 26 November 2022.
Saat itu, korban mengalami luka di kepala, lebam di pinggang bagian belakang, hingga patah tulang hidung.
Bintang mengklaim, pihaknya telah memberikan pendampingan psikologis.
"Pendampingan psikologis awal telah diberikan oleh UPTD PPA Kabupaten Malang bersama psikolog, pada 28 November 2022," katanya.
Dia menjelaskan, pendampingan psikologis ini bertujuan untuk memeriksa kondisi trauma yang dialami.
"Serta memberikan support psikologis kepada korban dan keluarganya terkait kejadian yang telah dialami, juga proses yang akan dihadapi nantinya," paparnya.
"Perkembangan medis dan psikologi korban akan terus dipantau, karena korban sangat trauma dengan kejadian tersebut,” pungkas dia. (rpi/ebs)
Load more