Surabaya, Jawa Timur - Kasus tingginya pernikahan dini di Ponorogo membuat Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Jawa Timur merasa prihatin. Pernikahan dini menjadi salah satu penyebab terjadinya stunting pada anak-anak. Padahal, pemerintah sendiri menargetkan percepatan penurunan angka stunting sebanyak 14 persen.
Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Maria Ernawati menyebutkan viralnya kasus ratusan siswi Ponorogo yang hamil sebelum menikah merupakan fenomena gunung es. Berdasarkan data dari Pengadilan Tinggi Agama Surabaya pada tahun 2022 sebanyak 15.212 putusan kasus dispensasi nikah.
Angka permohonan dispensasi nikah (diska) di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2022 mencapai 15.212 kasus. Tiga daerah tertinggi kasus adalah Pengadilan Agama Jember sebesar 1.388 putusan kasus, Pengadilan Agama Malang sebesar 1.384 putusan kasus dan Pengadilan Agama Kraksaan 1.141 putusan kasus.
"Ponorogo itu sebenarnya rendah bila melihat dari data PTA Surabaya dan itu fenomena gunung es. Sebab dari 15.212 putusan diska di tahun 2022, 80 persen karena pihak perempuan sudah hamil duluan," jelas Maria Ernawati yang ditemui di ruang kerjanya di Jalan Airlangga Surabaya,
Erna, begitu dia akrab disapa menjelaskan 20 persen sisanya banyak sebab misal perjodohan karena faktor ekonomi. Dari viralnya kasus Ponorogo ini, masyarakat Jawa Timur lebih tahu bahwa di Jawa Timur kasus pernikahan anak atau pernikahan dini ini masih sangat tinggi.
“Sementara saat ini, pemerintah memiliki program prioritas yaitu percepatan penurunan angka stunting dan ditargetkan pada tahun 2024 mendatang, angka stunting di Indonesia sebesar 14 persen,” ujarnya.
"Pada kasus kehamilan yang tidak diinginkan ditambah usia ibu hamil yang sangat muda berpotensi terjadi bayi lahir stunting," imbuhnya.
Load more