Surabaya, Jawa Timur - Sengketa kepemilikan tanah seluas 20 hektar di Medokan, Semampir Timur, Surabaya terus bergulir. Ahli waris yang mengklaim pemilik tanah tersebut Wakidjo, melalui kuasa hukumnya siap meladeni somasi yang dilayangkan oleh Budi Susanto cs, yang juga mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut.
Konflik kepemilikan tanah ini diduga melibatkan sejumlah oknum di pejabat di Pemkot Surabaya yang berkonspirasi dengan mafia tanah. Karena itu, BPK dan KPK diminta turun tangan.
Kuasa hukum Wakidjo, Achmad Shodiq tampak geram dengan tudingan bahwa kliennya telah menyerobot tanah seluas 20 hektar di jalan Medokan, yang dilayangkan Budi Susanto, Lely dan Indra, yang mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut. Apalagi ketiganya juga melayangkan somasi kepada pihak Wakidjo.
Achmad Shodiq dan Wakidjo serta warga lainnya, tak gentar dengan somasi tersebut. Bahkan, Lawyer Palenggahan Hukum Nusantara and Partner menuntut dikembalikannya hak atas tanah yang sampai saat ini disengketakan oleh Budi Susanto cs tersebut.
Shodiq menceritakan sejarah bagaimana Kromoredjo memperoleh tanah, cara PT SAC Nusantara menguasai tanah, sampai muncul pihak-pihak yang mengklaim sebagai pemilik. Awal mula lahan seluas 20 hektar itu diperoleh dari hasil transaksi jual-beli dua bidang tanah pada tahun 1959. Yang pertama, almarhum Kromoredjo membeli lahan berupa tanah garapan kurang lebih seluas 7 hektar. Dan yang kedua, tanah Letter C Nomor 241 seluas 13 hektar.
“Semua itu, ada dokumen penetapannya. Termasuk bukti kewajiban pembayaran pajak atau retribusi ke pemda. Semua masih lengkap kami yang pegang,” ungkap Shodiq.
Petaka terjadi setelah Kromoredjo meninggal dunia. Kala itu, Wakidjo yang ditunjuk sebagai ahli waris tak henti-hentinya mendapat teror dan intimidasi dari oknum tertentu.
“Pak Wakidjo lalu diusir. Rumah dan seluruh bangunan yang ditempatinya diratakan dengan tanah. Sampai pada akhirnya beliau lari mencari perlindungan selama puluhan tahun ke sanak familinya yang ada di Sidoarjo,” terang Shodiq dengan nada bersemangat.
Dalam kasus sengketa tanah di Medokan Semampir TImur ini menyeruak aroma keterlibatan mafia tanah. Shodiq menyimpulkan hal tersebut setelah pihaknya menangkap gelagat yang menguatkan tiga modus utama para mafia tanah.
“Ketiganya meliputi konspirasi dengan oknum instansi pemerintah untuk menerbitkan surat bukti hak, merekayasa perkara, hingga mempertontonkan adegan pura-pura transaksi jual-beli,” tegas Shodiq, ditemani sejumlah advokat lainnya.
Perlu diketahui, konflik pertanahan di kawasan Medokan Semampir Timur ini memang sudah berlangsung sejak lama. Berdasar catatan MA, polemik berawal sekitar tahun 2002. Obyek lahan seluas 20 hektar yang disengketakan itu kini diproyeksikan oleh Pemkot Surabaya untuk perluasan Makam Blok Keputih. Pada awal Juni 2017 lalu, Pemkot Surabaya sudah mencairkan anggaran sebesar Rp177,5 miliar.
Nominal sebanyak itu dipakai untuk membebaskan dua bidang tanah yang masing-masing luasnya 9.000 meter persegi dan 43.569 meter persegi. Uang kompensasi dibayarkan sebagai ganti rugi pada dua orang nama yang disebutkan sebagai pemilik lahan.
Sengketa lahan yang diduga kuat melibatkan campur tangan mafia tanah ini dipastikan masuk dalam daftar 4.358 aduan yang diterima Panitia Kerja (Panja) Pemberantasan Mafia Tanah DPR RI tahun 2021.
“Karena kasus ini janggal dan sarat dengan permainan konspirasi oknum pejabat pemkot dan mafia tanah, kami berharap Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), segera turun tangan, untuk mengusut tuntas kasus ini, agar semuanya bisa jelas, siapa pemilik sah tanah tersebut,” pungkas Shodiq
Sementara itu, pihak Budi Susanto yang mengklaim sebagai pemilik tanah tersebut belum bisa dikonfirmasi terkait sengketa tanah tersebut. (msi/gol)
Load more