Surabaya, Jawa Timur - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan bahwa tren kasus diabetes pada anak melonjak sejak 2010. Data surveilans dari UKK IDAI mencatat, lonjakan terjadi dari 0,028 per-100 ribu menjadi 2 per-100 ribu pada 2023. Artinya, kasus ini meningkat hingga mencapai 70 kali lipat.
Dokter Spesialis Anak, dr Nur Rochmah SpA (K) mengatakan bahwa diabetes yang terjadi pada anak kebanyakan adalah diabetes tipe satu.
“Tipe satu ini beda dengan diabetes yang terjadi pada orang dewasa. Kalau dewasa ini kebanyakan diabetes tipe dua,” katanya.
“Diabetes tipe satu terjadinya lebih awal dibanding diabetes tipe dua, sekitar usia 6 bulan sampai usia anak. Diabetes tipe dua anak sering dilaporkan terjadi pada usia anak atau remaja. Sedangkan diabetes monogenik terjadinya bisa di usia yang lebih kecil lagi misal saat masih bayi,” ujar staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga tersebut.
Ada Penyebab
Nur Rochmah menyebut, penyebab terjadinya diabetes tipe satu adalah faktor genetik dan lingkungan. Kedua hal ini akan mengakibatkan sel beta pankreas rusak. Sel ini akan membantu tubuh menghasilkan insulin yang akan memproses gula agar bisa dicerna oleh tubuh.
“Jadi pasien akan butuh tambahan insulin seumur hidupnya. Untuk kasus ini pasien lebih sering datang dengan keadaan emergency yaitu ketoasidosis diabetikum,” terangnya.
Ketoasidosis diabetikum merupakan komplikasi yang terjadi pada penderita diabetes, dimana kadar keton dalam tubuh berlebihan. Kondisi ini bisa ditandai dengan munculnya bau mulut yang seperti buah. Komplikasi ini dapat menyebabkan gangguan pernapasan, penurunan kesadaran, sampai kejang.
Sementara itu, diabetes tipe dua dapat terjadi saat anak memiliki berat badan yang berlebih.
“Diabetes tipe dua berasal dari anak yang gemuk kemudian terjadi resistensi insulin. Hal ini dapat terlihat pada bagian leher yang menghitam. Jadi pabriknya (Pankreas, Red) masih normal,” tuturnya. Sedangkan diabetes monogenik terjadi akibat terjadinya perubahan genetik. Gejala variasinya macam-macam dan bisa terjadi awal saat bayi,” katanya.
Faktor Gen, Waspadai Gejalanya
Faktor genetik sering disebut memiliki peran paling besar terjadinya diabetes pada anak. Namun ternyata genetik hanya memiliki peran sebanyak 20 persen faktor yang ada.
“Faktor gen yang bersinggungan dengan lingkungan baru muncul proses autoimun kemudian mengakibatkan kerusakan pada sel beta pankreas. Orang tua yang diabetes belum tentu anaknya diabetes juga,” jelasnya.
Ada beberapa tanda dan gejala yang harus diwaspadai terhadap kasus diabetes pada anak ini salah satunya adalah kencing yang berlebihan.
“Kalau anak sudah ada tanda-tanda banyak kencing, semalam bisa mondar-mandir ke toilet lima kali atau lebih itu sudah harus hati-hati dan segera bawa ke dokter,” ungkapnya.
Selanjutnya adalah berat badan pada anak yang meningkat drastis dibanding sebelumnya.
“Mungkin anaknya selama pandemi berat badan naik banyak misal awal covid 15 kilogram lalu setelah pandemi jadi 30 kilogram, kejadian seperti ini harus diwaspadai dan dibawa ke dokter untuk mengevaluasi kemungkinan terjadinya diabetes. Gemuk itu tidak lagi lucu tapi bisa berisiko diabetes,” jelasnya.
Langkah Pencegahan
Masyarakat hendaknya meningkatkan kewaspadaan bahwa diabetes tidak hanya terjadi pada orang dewasa namun anak memiliki risiko yang sama.
“Yang perlu diperhatikan bahwa selain orang dewasa, anak-anak itu bisa terkena diabetes, lho. Sering tidak disadari awalnya jadi datang ke pelayanan kesehatan kebanyakan dalam keadaan gawat sampai memerlukan perawatan di ICU,” terangnya.
Peran orang tua sangat penting di sini guna mengatur asupan nutrisi yang diberikan pada anak.
“Orang tua perlu mengatur asupan nutrisi yang masuk ke anak. Jangan terlalu banyak yang manis-manis. Dilihat juga apakah ada gejala mengarah diabetes atau tidak. Kalau ada, segera bawa ke dokter,” tandasnya. (msi/hen)
Load more