Selama ini, lanjut Yoseph mengisahkan, dirinya dan warga masyarakat dusun Kolotong, pada umumnya lebih mengandalkan air tadah hujan. Karena di wilayahnya tidak memiliki sumber mata air. Saat musim hujan, warga menampung air pada bak-bak penampung.
"Ketersediaan air tadah hujan kini semain menipis, bahkan sama sekali tidak ada, apalagi musim kemarau seperti saat ini. Bagi warga yang punya uang bisa beli air tengki. Tapi bagi kami, terpaksa minum air dari batang pisang," lanjut Yoseph.
Yoseph menuturkan di wilayah dusun Kolong khususnya dan desa Bura Bekor, tidak memiliki sumber mata air, pasca diguncang gempa bumi dan tsumani tahun 1992 lalu.
Untuk mendapatkan air bersih, warga biasanya harus berjalan kaki sejauh 8 km menuju mata air pomat yang berada di desa Hokor.
"terkadang saya dan warga lainnya, harus jalan kaki ke mata air sejauh 8 km untuk mendapatkan air minum bersih. Namun sekarang kami hanya bisa pasrah dengan mengkonsumsi yang diambil dari batang pisang," ujarnya penuh kepasrahan.
Sementara itu, Hermiana Hamseh, Kepala Dusun Klotong mengakui, saat ini sedikitnya 250 kepala keluarga kesulitan akan air bersih, lantaran pasokan air tanah hujan di rumah-runah warga terus berkurang bahkan ada yang sudah habis.
"Kami krisis air saat ini, hanya warga yang punya uang lah yang bisa membeli air tengki seharga Rp 300 ribu agar bisa digunakan untuk kebutuhan setiap hari," tegas Hermiana.
Load more