Sikka, tvOnenews.com - Dampak musim kemarau panjang yaitu kesulitan ketersedian air bersih di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur, membuat warga yang tidak mampu terpaksa minum dari air batang pisang.
"Air dari batang pisang ini kami gunakan untuk masak nasi dan minum. Jika mendapatkan cukup banyak air batang pisang, kami pun menggunakannya untuk mencuci pakaian," ungkap Yoseph Rizal saat disambangi tvonenews.com di kebun miliknya, Selasa (3/10/2023) pagi.
Yoseph Rizal, pria paruh baya berusia 32 tahun, warga Dusun Klotong, Desa Bura Bekor, Kecamatan Bola mengatakan masyarakat kini harus berupaya keras untuk mendapatkan sumber air bersih agar bisa digunakan untuk kebutuhan setiap hari.
Pria yang bekerja sebagai petani tradisional ini mengaku sejak seminggu terakhir menebang dan mengorek batang pisang di halaman rumah dan kebun untuk mendapatkan air.
Yoseph Rizal warga dusun Klotong, Desa Bura Bekor, Kecamatan Bola membelah batang pisang untuk mendapatkan air, karena tidak mampu membeli air tangki.
Yoseph mengatakan air pisang tersebut untuk konsumsi setiap hari, lantaran tak mampu membeli air tengki seharga Rp 300 ribu dengan ukuran 5 ribu riter. Kondisi ini akibat minimnya penghasilan keluarga yang hanya mampu menghasilkan Rp 400 ribu dalam sebulan, dan harus membiayai kebutuhan lain dalam keluarga.
"Penghasilan saya sebulan sebesar Rp 400 ribu dari menjual hasil pertanian yang kini mulai terserang penyakit akibat musim panas. Jadi kalau mau beli air tengki, maka kebutuhan untuk makan dan kebutuhan anak sekolah tidak cukup," kisah Yoseph yang merupakan tulang punggung keluarga dengan sepuluh anggota keluarga.
Selama ini, lanjut Yoseph mengisahkan, dirinya dan warga masyarakat dusun Kolotong, pada umumnya lebih mengandalkan air tadah hujan. Karena di wilayahnya tidak memiliki sumber mata air. Saat musim hujan, warga menampung air pada bak-bak penampung.
"Ketersediaan air tadah hujan kini semain menipis, bahkan sama sekali tidak ada, apalagi musim kemarau seperti saat ini. Bagi warga yang punya uang bisa beli air tengki. Tapi bagi kami, terpaksa minum air dari batang pisang," lanjut Yoseph.
Yoseph menuturkan di wilayah dusun Kolong khususnya dan desa Bura Bekor, tidak memiliki sumber mata air, pasca diguncang gempa bumi dan tsumani tahun 1992 lalu.
Untuk mendapatkan air bersih, warga biasanya harus berjalan kaki sejauh 8 km menuju mata air pomat yang berada di desa Hokor.
"terkadang saya dan warga lainnya, harus jalan kaki ke mata air sejauh 8 km untuk mendapatkan air minum bersih. Namun sekarang kami hanya bisa pasrah dengan mengkonsumsi yang diambil dari batang pisang," ujarnya penuh kepasrahan.
Sementara itu, Hermiana Hamseh, Kepala Dusun Klotong mengakui, saat ini sedikitnya 250 kepala keluarga kesulitan akan air bersih, lantaran pasokan air tanah hujan di rumah-runah warga terus berkurang bahkan ada yang sudah habis.
"Kami krisis air saat ini, hanya warga yang punya uang lah yang bisa membeli air tengki seharga Rp 300 ribu agar bisa digunakan untuk kebutuhan setiap hari," tegas Hermiana.
Hermiana berharap, pemerintah kabupaten melalui BPBD setempat tidak tutup mata dengan kondisi yang dialami warga. (ofk/frd)
Load more