tvOnenews.com - Pencapaian Bidang Yankum Kumham Kalbar luar biasa, terutama dengan fokus pada daerah perbatasan yang sering kali kurang terjangkau oleh layanan hukum. Inovasi mereka melalui Klinik Kekayaan Intelektual Bergerak tak hanya membantu pelaku UMKM di kawasan perbatasan dengan Malaysia untuk memahami pentingnya perlindungan merek dagang dan paten, tetapi juga meningkatkan daya saing mereka di pasar domestik dan internasional.
Hal itu membuat Kanwil Kumham Kalbar didapuk sebagai juara diantara dua Kanwil pulau jawa, yang menang dari sarana dan prasarana lebih maju, Namun Prestasi ini membuktikan bagaimana pelayanan hukum yang inklusif dan inovatif dapat memberikan dampak besar bagi pertumbuhan ekonomi dan kesadaran hukum di wilayah-wilayah terpencil.
Jumlah pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang mendaftarkan merek dagang atau kekayaan intelektual (KI) di Kalimantan Barat sepanjang 2024 ini meningkat tajam.
Berdasarkan data e-dashboard Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kemenkumham, jumlah pemohon pendaftaran merek KI pada periode Januari-Agustus 2024 mencapai 1.166. Jumlah ini naik hampir 50 persen jika dibandingkan pada periode yang sama tahun lalu yang hanya mencapai 779 pemohon.
"Ada peningkatan hingga 49,68 persen," ujar Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kanwil Kemenkumham) Kalimantan Barat, Muhammad Tito Andrianto, Rabu 11 September 2024.
Tito mengatakan, melonjaknya jumlah pelaku UMKM mendaftarkan hak cipta merek dagangnya membuat Kanwil Kemekumham meraih Juara 3 penghargaan penegakan Kekayaan Intelektual dari Kemenkumham tahun 2024.
Menurut Tito, peningkatan tersebut menjadi indikator semakin meleknya masyarakat di Kalimantan Barat, khususnya daerah pelosok dan perbatasan Indonesia-Malaysia itu pentingnya KI.
"Artinya edukasi dan sosialisasi yang kami gencarkan selama satu tahun terakhir ini di Kalimantan Barat, khususnya wilayah pelosok dan perbatasan cukup berhasil," kata Tito.
Agar masyarakat pelosok dan perbatasan Kalbar melek KI, Kanwil Kemenkumham Kalbar menggenjot kesadaran masyarakat akan pentingnya KI melalui berbagai cara, seperti melakukan jemput bola dengan mendatangi langsung pelaku UMKM di wilayah pelosok dan perbatasan, mengoperasikan mobile intelektual properti klinik, memperbanyak pusat layanan KI, mal layanan publik sebagai sarana dan fasilitas memudahkan masyarakat mengurus KI.
Selain itu, Kanwil Kemenkumham Kalbar juga menyasar anak usia dini agar melek KI dengan menggerakan puluhan guru KI (Ruki) mengajar siswa sekolah dasar, SMA dan SMK hingga mahasiswa dan dosen.
Selain penyuluhan, Kemkumham Kalbar juga menggerakan Klinik KI Bergerak yang membantu masyarakat dalam proses pendaftaran kekayaan intelektual, mulai dari dokumen yang dibutuhkan hingga prosedur legalnya.Ini untuk membantu UKM dan pengrajin lokal dalam melindungi hasil karya dan produk mereka.
Klinik KI Bergerak tidak hanya berfokus pada informasi, tetapi juga mendorong masyarakat untuk melihat potensi kekayaan intelektual yang ada di sekitar mereka. Kearifan lokal, produk tradisional, hingga seni dan budaya yang mereka miliki, dapat didaftarkan sebagai kekayaan intelektual untuk meningkatkan nilai ekonomi mereka.
Dengan adanya Klinik KI Bergerak, Kanwil Kemenkumham Kalbar berharap dapat meningkatkan literasi masyarakat di daerah perbatasan dan pelosok tentang pentingnya kekayaan intelektual. Selain itu, program ini juga diharapkan mampu, meningkatkan jumlah pendaftaran kekayaan intelektual di Kalimantan Barat, terutama dari UKM dan pelaku industri kreatif lokal, memproteksi hasil karya masyarakat setempat dari eksploitasi pihak luar yang tidak bertanggung jawab serta memberikan dorongan ekonomi melalui pemanfaatan kekayaan intelektual untuk menciptakan produk yang bernilai tinggi dan bersaing di pasar.
Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kanwil Kemenkumham Kalimantan Barat EVA gantini mengakui sampai saat ini masih banyak pelaku UMKM di wilayah pelosok dan perbatasan di Kalimantan Barat hingga kini belum melek KI.
Ketidaktahuan pelaku UMKM ini, kata dia, seringkali dimanfaatkan oleh orang orang Malaysia untuk membeli produk mereka dengan harga yang murah, lalu dijual lagi dengan harga sampai lima kali lipat.
"Banyak produk produk diperbatasan yang dibeli murah, kemudian di Malaysia direbranding lagi lalu dijual dengan harga sangat mahal," kata Eva
Eva Gantini mengatakan kebiasaan warga diperbatasan akan membawa produk produk mereka yang mereknya belum didaftarkan ke Malaysia pada akhir pekan, dengan asumsi harga lebih mahal.
Kenyataanya produk Indonesia dibeli dengan harga murah, oleh orang Malaysia diberi merek sendiri kemudian dijual dengan harga berlipat lipat.
"Hal ini tentunya tidak hanya merugikan UMKM, tapi kerugian identitas negara dan kedaulatan negara," kata Eva.
Hal ini, dia menegaskan, tidak bisa dibiarkan berlarut karena UMKM saat ini sudah menjadi pondasi perekonomian negara.(chm)
Load more