“Ada kemungkinan tidak menerapkan ERP tahun ini karena kan ada perubahan judul juga, bukan semata-mata ERP, tapi PL2SE (Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik), jadi memang melihatnya harus secara menyeluruh,” jelasnya.
Sudut pandang berbeda, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, menilai adanya gelombang penolakan ERP lantaran sosialisasi dan edukasi dari Pemprov DKI untuk masyarakat masih lemah.
Dalam hal ini, Trubus menegaskan 25 titik yang dicanangkan sebagai lokasi penerapan ERP tidak strategis, karena jalur-jalur tersebut merupakan kawasan sumber ekonomi masyarakat kecil.
“Penentuan jalur ERP yang 25 jalur itu juga engga strategis karena itu jalur ekonomi yang menyangkut penghasilan masyarakat kecil. Jadi kalau mau diuji coba sebaiknya bertahap seperti di Jalan Sudirman-Thamrin dulu saja,” ungkapnya.
Kendati demikian, Trubus mendukung kebijakan ERP ini diterapkan, namun perlu dilakukan secara bertahap dengan sosialisasi yang matang kepada masyarakat.
Pemerintah perlu mengoptimalkan transportasi publik yang kerap mendapatkan sejumlah kritik dari masyarakat terlebih dahulu, dengan penambahan armada TransJakarta hingga peningkatan pelayanan.
“Penentuan tarif pun jangan terlalu mahal dan bisa juga disesuaikan dengan klasifikasi kendaraan seperti dilihat dari jenis CC kendaraan. Soal pengecualian, Plat kuning bisa bebas, tapi kendaraan umum plat hitam seperti ojol juga harus mendapat pengecualian, apakah dikasih plat kuning juga atau dibikin regulasi lain,” pungkasnya.
Load more