Jakarta - Wacana penerapan Electronic Road Pricing (ERP) atau jalan berbayar elektronik di DKI Jakarta menjadi perdebatan banyak pihak. Bahkan pengemudi ojek online secara masif mewakili masyarakat melakukan aksi unjuk rasa penolakan penerapan ERP di depan Gedung DPRD DKI Jakarta.
“Belum bisa jawab izin, karena belum ada pembahasan secara detailnya di Komisi B dan DPRD secara keseluruhan,” ujar dia, di Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Sementara, saat dikonfirmasi terpisah dengan Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta, Wahyu Dewanto, juga membenarkan bahwa belum ada pembahasan lebih lanjut terkait jadwal penerapan kebijakan ERP.
Wahyu menyebutkan alasan belum adanya pembahasan bersama Komisi B DPRD DKI Jakarta dan anggota dewan legislatif lainnya lantaran tersendat kehadiran dari pihak eksekutif.
“Di Komisi B udah dua kali mau dibahas tapi batal karena Asisten Ekonomi enggak hadir-hadir,” kata dia.
Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta, Pantas Nainggolan, mengungkapkan bahwa besar kemungkinan tidak akan menerapkan kebijakan ERP pada tahun 2023.
“Ada kemungkinan tidak menerapkan ERP tahun ini karena kan ada perubahan judul juga, bukan semata-mata ERP, tapi PL2SE (Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik), jadi memang melihatnya harus secara menyeluruh,” jelasnya.
Sudut pandang berbeda, Pengamat Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansah, menilai adanya gelombang penolakan ERP lantaran sosialisasi dan edukasi dari Pemprov DKI untuk masyarakat masih lemah.
Dalam hal ini, Trubus menegaskan 25 titik yang dicanangkan sebagai lokasi penerapan ERP tidak strategis, karena jalur-jalur tersebut merupakan kawasan sumber ekonomi masyarakat kecil.
“Penentuan jalur ERP yang 25 jalur itu juga engga strategis karena itu jalur ekonomi yang menyangkut penghasilan masyarakat kecil. Jadi kalau mau diuji coba sebaiknya bertahap seperti di Jalan Sudirman-Thamrin dulu saja,” ungkapnya.
Kendati demikian, Trubus mendukung kebijakan ERP ini diterapkan, namun perlu dilakukan secara bertahap dengan sosialisasi yang matang kepada masyarakat.
Pemerintah perlu mengoptimalkan transportasi publik yang kerap mendapatkan sejumlah kritik dari masyarakat terlebih dahulu, dengan penambahan armada TransJakarta hingga peningkatan pelayanan.
“Penentuan tarif pun jangan terlalu mahal dan bisa juga disesuaikan dengan klasifikasi kendaraan seperti dilihat dari jenis CC kendaraan. Soal pengecualian, Plat kuning bisa bebas, tapi kendaraan umum plat hitam seperti ojol juga harus mendapat pengecualian, apakah dikasih plat kuning juga atau dibikin regulasi lain,” pungkasnya.
Sebagai informasi, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, saat dimintai keterangan tentang perkembangan kebijakan ERP ini belum memberikan komentar apa pun. (ags/ebs)
Load more