Jakarta, tvOnenews.com - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) diminta segera melakukan langkah-langkah penegakan hukum serta menghentikan kegiatan operasional PT Kimia Yasa di Desa Luwe Hulu, Kecamatan Lahei, Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah.
Pasalnya sampai saat ini perusahaan yang mengangkut limbah Condensat milik Medco Bengkanai, masih melakukan kegiatan pengangkutan, memindahkan, menampung, dan mendistribusikan limbah Bahan Beracun Berbahaya (B3) Condensat yang diduga tanpa SOP yang benar sehingga berdampak terhadap lingkungan dan masyarakat desa sekitar.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Nasional Corruption Watch (NCW) Kalimantan Tengah, Badian saat ditemui di Jakarta, ditulis Rabu (31/1/2024) menyampaikan kronologis dan alasan tim yang dia pimpin melakukan investigasi adanya dugaan pencemaran lingkungan.
"Sejak beberapa bulan lalu informasi dari warga beberapa desa baik yang bermukim di sepanjang jalan dan yang ikut melalui jalan
hauling PT.WIKI merasa terganggu dengan adanya kegiatan pengangkutan limbah B3 Condensat," ujar Badian.
Pengangkutan limbah B3 Condensat itu, urai Badian menggunakan akses yang juga digunakan oleh masyarakat banyak dari beberapa desa
sekitar.
"Jalan yang dilalui untuk mengangkut limbah B3 tidak layak, dan di luar regulasi keamanan (safety) bagi warga yang menggunakan jalan tersebut. Aktivitas pengangkutan itu, terdapat tumpahan dan kebocoran, dan sering dipaksa saat tanah masih lembek karena habis hujan, sehingga terjadi insiden tangki pengangkut terbalik," ungkapnya.
Dengan banyaknya penanganan insiden terhadap warga yang menjadi korban, sehingga kata Badian menimbulkan dugaan kuat bahwa kegiatan pendistribusian limbah B3 condensat dilakukan secara ilegal.
"Terlihat dari implementasi pelaksanaan juknis atau juklak di lapangan di luar ketentuan dalam perizinan. Seperti izin AMDAL, UKL dan UPL serta persetujuan Lingkungan," terang Badian.
Badian mengatakan, pihaknya juga telah melakukan pertemuan dengan pihak PT. Kimia Yasa yang berkompeten di lapangan baik secara formal maupun nonformal.
"Sesuai dengan data-data yang dimiliki ditemukan bahwa mereka belum memenuhi SOP untuk dipertanggung jawabkan diantaranya: Standar dan Peraturan serta regulasi unit tangki yang digunakan untuk pengangkutan bahan kimia berbahaya atau limbah. Keselamatan jalan, keselamatan produk, dan jam operasional untuk pengangangkutan bahan berbahaya. Serta penanganan darurat dalam langkah-langkah evakuasi, komunikasi saat insiden terbalik, kebocoran atau tumpahan bahan berbahaya," jelas Badian.
Terkait temuan investigasi tersebut Badian mengatakan pihaknya sudah menyurati Ditjen Penegakan Hukum KLHK, tertanggal 6 Juli 2023. Sudah dilakukan peninjauan ke lapangan oleh tim dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kalteng. Namun nampaknya hanya sekedar formalitas, karena sampai saat ini beberapa bulan setelah DLH Kalteng melakukan kunjungan, belum ada tindakan penegakan hukum.
Badian berharap KLHK segera mengambil alih hasil temuan DLH, sebelum semuanya terlambat. Karena jika dibiarkan, dikhawatirkan akan berdampak terhadap kerusakan lingkungan yang semakin parah, dan adanya dampak kesehatan buruk yang dialami masyarakat sekitar wilayah operasional PT Kimia Yasa.
Awak media nasional di Jakarta mencoba mengkonfirmasi Dirjen Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani melalui pesan WhatsApp sejak sepekan yang lalu, namun sampai berita ini dimuat tidak ada jawaban dari yang bersangkutan.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas, Ditjen Migas Kementerian ESDM, Mirza Mahendra saat dikonfirmasi mengenai izin pengangkutan minyak dan gas yang dimiliki PT Kimia Yasa, mengatakan belum mendapatkan laporan terkait adanya pencemaran lingkungan.
"Ini info siapa ya ada pencemaran akibat kondensat. Saya tidak ada laporan sama sekali," terang Mirza memberikan jawaban.
Saat dikonfirmasi kepada Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Rangga Ilung, Handry Sulfian terkait izin muat migas dari tangki ke kapal tongkang, dia mengatakan tidak ada nama PT Kimia Yasa dalam daftar mereka.
"Di data kami tidak ada PT Kimia Yasa asa," jawab pihak pelabuhan.
Hingga kini belum ada tanggapan dari PT Kimia Yasa. (ebs)
Load more