Gowa, tvOnenews.com - Kasus rudapaksa seorang gadis diatas mobil dinas yang dilakukan oleh empat orang pelaku yang melibatkan anak pejabat di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan menjadi sorotan Koalisi Aktivis Perempuan Sulsel (KAPSS).
Salah satu Aktivis Perempuan Sulsel, Alita Karen, mengatakan jika kasus rudapaksa yang terjadi di Kabupaten Gowa dan melibatkan anak pejabat di Gowa menjadi perhatian serius Koalisi Aktivis Perempuan Sulsel.
"Kami pada saat mendengar ada kasus seperti ini, lebih-lebih pada saat terduga pelakunya melibatkan dalam tanda kutip anak pejabat, kita kemudian langsung konsen untuk sama-sama mengawal kasus ini," kata Alita Karen, salah satu Aktivis Perempuan Sulsel, Kamis (7/3/24).
"Teman-teman aktivis perempuan, langkah awal yang dilakukan adalah mengeluarkan rilis kalau kami sama sekali tidak memberikan toleransi kepada pelaku, tidak ada jalan damai, tidak boleh ada kasus yang berhenti di tengah jalan, tapi kasus ini harus dikawal sampai selesai," sambungnya.
Aktivis Perempuan Sulsel juga mengungkap jika sampai hari ini, tidak mengetahui keberadaan korban.
"Kasihan korban, sampai pada hari ini, kami koalisi Aktivis Perempuan Sulsel tidak mengetahui dimana keberadaan korban, karena kami tidak punya akses untuk menemukan korban," ungkapnya.
"Kami juga tidak punya akses untuk mencari tahu dimana korban, bagaimana dan apa yang terjadi dengan dia pasca kejadian ini, bagaimana rasa traumatiknya, kita tidak punya gambaran," sambungnya.
Terkait upaya pendampingan Koalisi Aktivis Perempuan Sulsel terhadap korban, Alita Karen mengaku belum melakukan pendampingan, pasalnya koalisi Aktivis Perempuan Sulsel tidak memiliki sama sekali ke korban ataupun keluarganya.
"Sampai hari ini, kami belum melakukan pendampingan karena kami tidak punya akses sama sekali ke korban ataupun keluarga nya." jelasnya.
Meski demikian, Alita Karen mengungkap jika koalisi Aktivis Perempuan Sulsel terus berupaya mencari dan menggali informasi untuk bisa menemukan korban ataupun keluarganya untuk bisa melakukan pendampingan terkait kasus yang sudah viral ini.
"Segala cara sudah kami lakukan untuk bisa bertemu korban dan keluarganya untuk bisa melakukan pendampingan. Termasuk menghubungi dinas pemberdayaan perempuan dan Perlindungan anak Kabupaten Gowa," tuturnya.
Namun ironinya, Kata Alita Karen, Kadis PPA yang diharapakan untuk bisa menjembatani Koalisi Aktivis Perempuan Sulsel bertemu dengan korban, justru tidak punya akses ke korban.
"Kami mencoba untuk mengakses korban melalui dinas PPA Kabupaten Gowa untuk mengetahui kondisi korban saat ini, namun sayangnya, Kadis PPA sendiri mengaku tidak punya akses ke korban," bebernya.
"Menurut ibu Kadis, saat ini korban dan keluarganya menjadi wewenang sepenuhnya Polres Gowa dalam hal ini Kapolres Gowa," sebutnya.
Alita Karen menuturkan, kalau mengacu pada undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), pada saat ada kasus kekerasan seksual, rujukan pertama itu adalah UPTD PPA atau P2TP2A.
"Karena apa, saat ini, penguasan penuh itu ada di UPTD PPA untuk kasus kasus kekerasan seksual. Kalau kemudian di Gowa merasa mereka tidak memiliki rumah aman untuk melakukan perlindungan terhadap korban, serahkan ke dinas PPA Provinsi untuk diamankan sementara disana," ungkapnya.
"Kenapa harus diamankan di sana, karena pertama, korban pasti akan di dampingi oleh psikolog, kedua, korban akan diberikan penguatan-penguatan, baik dari psikolog maupun dari teman-teman pendamping korban. Tapi yang terjadi saat ini kan kita tidak tau sama sekali bagaimana psikologi korban? apa yang terjadi sama korban? karena akses kesana Untuk teman-teman aktivis itu kita belum punya," tegasnya.
Lanjut Alita Karen, ia bersama koalisi aktivis perempuan Sulsel berencana akan melakukan konsolidasi dan akan mendatangi Polres Gowa.
"Paling lambat hari Senin kami akan mendatangi Polres Gowa untuk bisa di beri akses bertemu dengan korban yang katanya kini dibawah pengawasan Polres Gowa," sebutnya.
Aktivis Perempuan Sulsel, Alita Karen sendiri menyayangkan, sikap dinas PPA kabupaten Gowa dalam pendampingan kasus rudapaksa kali ini yang melibatkan anak pejabat Pemda Gowa.
"Sangat disayangkan, harusnya dinas PPA Gowa berkolaborasi dengan polres Gowa dalam mendampingi korban. Mulai saat korban di BAP di Polres sampai korban dibawah ke rumah sakit untuk di visum," pungkasnya.
Mengenai para pelaku, Aktivis Perempuan Sulsel mengungkap jika hasil penelusurannya, dari ke empat pelaku ada dua orang anak pejabat Pemkab Gowa yang terlibat.
"Kalaupun mereka bukan anak pejabat, kenapa bisa mereka dapat akses dengan begitu mudahnya menggunakan mobil dinas," bebernya.
"Parahnya lagi, dari empat pelaku ini, kami dengar ada yang Caleg dan ada yang bekerja sebagai satpol PP," sambungnya.
Alita membeberkan jika Koalisi Aktivis Perempuan Sulsel sendiri adalah para aktivis perempuan yang selama ini selalu melakukan pendampingan-pendampinhan terhadap korban apapun.
"Baik korban kdrt, korban kekerasan seksual yang sifatnya litigasi maupun non litigasi," tutupnya.
Sebelumnya, gadis berinisial MNY (26) tahun, diduga di rudapaksa di atas mobil dinas milik Pemkab Gowa pada Sabtu. 2 Maret 2024 dini hari.
Pada hari itu juga, polisi menangkap tiga orang pelaku, masing masing berinisial MYH Alias UC (24), MR (24) dan MQ (29).
Selain ketiga pelaku, polisi juga mengamankan mobil kijang Inova berwarna hitam menggunakan plat gantung DD 84 B yang digunakan menjemput korban.
Namun di atas mobil tersebut, polisi menemukan plat merah dengan nomor polisi DD 1724 B yang diduga mobil tersebut mobil dinas milik Pemkab Gowa.
Tidak hanya itu, polres Gowa juga menangkap satu orang terduga pelaku berinisial AR alias Ucok (26).
Menurut keterangan kasi Humas polres Gowa, AR alias Ucok berperan sebagai orang yang mengajak dan menjemput korban bersama pelaku utama.
"Kita sudah menetapkan 4 orang tersangka dalam kasus rudapaksa yang dilakukan terhadap wanita di atas mobil dinas milik Pemkab Gowa."Jelas Ipda Udin Sibadu, Kasi Humas Polres Gowa. (itg/frd)
Load more