Toraja Utara, Sulawesi Selatan - Di tengah gencarnya pemerintah pusat membangun infrastruktur di berbagai wilayah pelosok tanah air tak semua bisa dirasakan masyarakat, seperti yang terlihat di Lembang Ao’gading, Kecamatan Balusu, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, di mana ratusan murid SDN 6 Balusu bersama warga bertahun-tahun terpaksa bertaruh nyawa melewati jembatan lapuk.
“Terpaksa menyeberang sungai pak, karena kami perempuan takut melewati jembatan yang kondisinya mengalami kemiringan, tapi kalau banjir kami tidak sekolah karena tidak bisa menyeberang," terang Agnes Siapadandi, salah satu dari sekian murid SDN 6 Balusu.
Agnes mengaku terpaksa lewat sungai, karena takut melewati jembatan yang kondisinya mengalami kemiringan, namun jika musim penghujan tiba membuat sungai meluap, dirinya bersama murid lainnya terpaksa tidak sekolah.
Kondisi jembatan bambu yang terbentang di atas sungai Balusu sepanjang kurang lebih 30 meter saat ini kondisinya sudah miring dan mengalami penurunan pada penyangga tiang tengah, sehingga pelajar yang melintas maupun warga harus extra hati–hati akibat kondisi jembatan yang patah namun luput dari perhatian pemerintah daerah.
Selain menggunakan jembatan lapuk, para pelajar perempuan yang sudah takut melintasi jembatan terpaksa bertaruh nyawa melawan arus menyeberangi sungai agar bisa tiba di sekolah, sayangnya tidak sedikit dari mereka yang pakaiannya basah akibat terkena air sungai yang warnanya coklat pekat.
Hal tersebut hampir tiap hari dilakoni para murid SDN 6 Balusu bersama guru, akibat jembatan yang terbuat dari bambu selama bertahun–tahun digunakan sudah mulai miring dan rawan ambruk, namun luput dari pantauan pemerintah.
Sementara Yuliana Patalle, Guru SDN 6 Balusu yang juga setiap hari melintasi jembatan bambu mengaku saat ini dirinya bersama beberapa guru lainnya tidak lagi berani melewati jembatan dengan kondisi miring, sehingga terpaksa ikut menyeberangi sungai saat menuju ke sekolah.
“Kami tidak berani lagi melintasi jembatan karena kondisinya sudah nyaris ambruk, apalagi bambu penyangga sudah patah, jadi ya mau diapalagi kami terpaksa lewat sungai bersama dengan murid–murid kami," ucap Yuliana.
Walau sangat membahayakan pelajar dan guru, jembatan yang sudah rusak parah sejak satu tahun terakhir tersebut butuh perhatian pemerintah. Sebab selain menjadi akses masyarakat, jembatan tersebut juga satu-satu akses untuk menuju ke SDN 6 Balusu yang muridnya mencapai seratus lima belas orang.
“Kami berharap ada perhatian dari pemerintah, karena ini merupakan jalan satu–satunya menuju ke sekolah dan juga digunakan masyarakat yang ada di sekitar wilayah Balusu," tegas Yuliana Patalle, Guru SDN 6 Balusu. (Joni Bane Tonapa/Ask)
Load more