Medan, tvOnenews.com - Pihak Rumah Sakit Umum Mitra Medika Ampas, Kota Medan, Sumatera Utara, resmi berstatus terlapor di Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumatera Utara.
Dalam berkas STTLP/B/319/III/2023/SPKT/Polda Sumut tertanggal 14 Maret 2023, pihak rumah sakit dilaporkan atas dugaan pasal Tindak Pidana Kejahatan Tenaga Kesehatan, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan sesuai Pasal 84 Ayat 1.
Ketika dikonfirmasi, Kabid Humas Polda Sumatera Utara, Kombes Pol Hadi Wahyudi mengatakan pelaporan dugaan malpraktik tersebut telah diterima. Pihak penyidik disebutkan akan segera meminta keterangan dari pelapor yakni Muhammad Ibnu Sajaya Hutabarat.
"Ya benar, laporan pengaduan sudah diterima berikut bukti-bukti dari pihak pelapor dalam hal ini dibuat oleh ayah bayi, Muhammad Ibnu Sanjaya,” kata Hadi.
"Saat ini penyidik Ditreskrimsus masih menerima bukti-bukti dan dilanjutkan pada hari Senin mendatang (20 Maret 2023) pelapor segera dimintai keterangan,” jawab Hadi.
Sebelumnya, saat ditemui di kediamannya pada Jumat (18/3/2023) Muhammad Ibnu Sanjaya Hutabarat menjelasan kronologis kejadian berikut dengan bukti yang dimiliki serta dilengkapi hasil penjelasan pihak RSU Mitra Medika Amplas.
"Istri saya Asriani, dan korban dugaan malpraktik adalah putri kedua kami, baru kami beri nama Almira Shaquina Humairo Hutabarat. Persalinan di Rumah Sakit Mitra Medika Amplas, karena sebelumnya putri pertama kami di situ juga persalinannya,” jelas Ibnu.
“Dan untuk administrasi pembayaran persalinan putri kedua kami ini menggunakan salah satu program unggulan Bapak Wali Kota Medan, Bobby Nasution yaitu program UHC yang mensyaratkan hanya menggunakan KTP Medan, sebagai warga masyarakat Medan bisa berobat ke rumah sakit,” sebut Muhammad Ibnu Sanjaya.
Atas kejadian yang mengenaskan itu, dugaan malpraktik yang terjadi pada putrinya itu pun mengundang kecurigaan. Di mana ia menyebut, adanya kelalaian pihak RSU Mitra Medika yang terjadi lantaran mereka menggunakan program Wali Kota Medan tersebut untuk biaya administrasi.
"Apa mungkin karena kami pengguna program Wali Kota Medan, Pak Bobby itu sehingga kami duga diabaikan, dan putri kedua kami jadi korban, saya dan istri yang trauma atas kejadian ini pun sampai bertanya-tanya,"
Selanjutnya Ibnu menjelaskan awal kronologis kejadian di mana putri keduanya ini baru lahir dalam kondisi sehat tanpa ada permasalahan.
"Bayi kami lahir sesar pada tanggal 8 Maret 2023, lahirnya itu jam 16.21 WIB. Setelah lahiran, biasanya itu kan orang tuanya dipanggil untuk diperlihatkan anak kita ya kan. Di situ perawatnya mengucapkan selamat, dan mereka katakan bayi kami perempuan, lahir dengan selamat, tidak kurang satu apapun sehat wal alfiat dengan berat badan 29,3 Kilogram dan panjang badan 47 cm,” katanya.
“Setelah itu di hari yang sama, 2 jam berselang waktu salat isya, saya dipanggil lagi ke ruang perawat. Dan saya ditawarkan program pemerintah dan kami orang tua bayi diminta persetujuannya untuk itu. Terkait screening hipoteroid itu tentang stunting dan keterbelakangan mental,” jelasnya.
Dikatakan perawat, bahwa sampel darah dalam jumlah sedikit nanti diambil dari tumit kaki anaknya. Ia pun sempat merasa ragu dan berulang kali bertanya proses pengambilan dan dampaknya. Hingga ia meminta penundaan pelaksanaannya untuk berkoordinasi lanjut ke pihak keluarga.
Hingga pada Hari Kamis (9/3/2023) sekitar pukul 15.30 WIB, Ibnu mengaku kembali dipanggil perawat mempertanyakan soal persetujuan tindakan itu.
Ibnu lalu menerima tawaran tersebut. Pasalnya, perawat mengatakan tidak ada risiko dari program tersebut, meski ia masih mempertegas pertanyaannya soal dampak dan proses pengambilan sampel.
"Dia bilang SOP serta mekanismenya hanya pengambilan sampel darah, seperti cek gula darah dan cek golongan darah, hanya menusuk jarum ke tumit bayi untuk ambil sedikit darahnya, saya tanda tangan form persetujuan itu," kata Ibnu.
Ibnu menyebut pengambilan sampel darah dari tumit anaknya dilakukan pada Jumat (10/3/2023) sore. Dan ia akui tidak diberitahu telah dilakukan pengambilan sampel.
Alangkah terkejutnya Ibnu ketika melihat kaki bayinya sudah dibalut kain kasa setelah menjalani pengambilan sampel darah.
"Katanya program ini bisa dilakukan setelah 2x24 jam, atau setelah dua hari kelahiran paling cepat, dan paling lama lima hari setelah lahir. Tapi sekira waktu magrib, saya lihat kaki anak saya sudah dibalut kain kasa, dan suara si adek seperti habis menangis terus keasiktan,” kata Ibnu.
Hingga hari Sabtu (11/3/2023) keanehan terus terjadi. Bayi mereka diantar untuk diberikan ASI sedikit terlambat dari biasanya dan dijemput kembali lebih cepat. Sehingga ia semakin curiga dan sempat bertanya soal kaki anak yang dibalut. Bahkan kondisi bayi yang mulai habis suara akibat menangis berkepanjangan seperti menahan sakit.
Muncul rasa khawatir bercampur cemas dibenak Ibnu yang terus menahan rasa curiganya yang masih dijawab pihak perawat dengan berbagai dalih.
Setelah dicek, ternyata program yang ditawarkan pihak rumah sakit telah membuat telapak kaki bayi melepuh.
Ibnu sontak kaget bukan kepalang. Anaknya yang baru saja lahir langsung mengalami cedera fatal usai menjalani program yang ditawari perawat.
"Di situ saya panik sekali, pas melihat telapak kaki anak saya berubah berwarna merah darah. Saya tanya sama perawat tetapi jawaban mereka satupun tak memuaskan," kata Ibnu.
"Anakku terlihat gelisah gitu, seperti kesakitan. Jujur saya panik, baru beberapa hari lahir, awalnya cantik kok bisa begini. Sampai besoknya pun saya tak puas dengan jawaban pihak rumah sakit," ungkapnya.
Sementara itu, selaku kuasa hukum, Siti Junaida Hasibuan mengatakan, kasus yang menimpa bayi kliennya harus menjadi perhatian semua pihak, khususnya pemerintah.
Pasalnya, program stunting yang ditawarkan pihak RSU Mitra Medika Medan telah mengakibatkan bayi kliennya menderita.
"Saya minta Polda Sumut kerja cepat menindaklanjuti laporan klien saya, agar pemerintah pusat dan daerah segera mengetahui adanya kasus dugaan malapraktik akibat program stunting pemerintah ini," ucap Siti.
Terpisah, Direktur RS Mitra Medika Amplas, Syahrial Anas menjelaskan, program pemeriksaan tiroid yang dianjurkan pemerintah tersebut selama ini sudah mereka lakukan kepada setiap bayi yang lahir.
Pemeriksaannya berupa mengambil sampel darah untuk dikirim ke Kemenkes, sebab faktor tiroid bisa mengganggu mental, pertumbuhan dan stunting.
"Jadi cara melakukannya, kaki anak itu dikompres dengan air panas supaya terjadi pengembangan pembuluh darah, sehingga darahnya bisa banyak keluar dan tertampung sesuai yang ditentukan," ungkapnya kepada wartawan.
Namun, lanjut Syahrial, ketika sudah dilakukan, ternyata keesokan harinya kaki bayi tersebut menjadi melepuh. Dia mengaku sudah melakukan investigasi terhadap yang melakukannya, karena bisa saja saat pemeriksaan suhu airnya terlampau panas.
"Jadi kami akui terjadi di RS (Mitra Medika) dan kami akan bertanggung jawab penuh, anak ini akan kami rawat sampai kakinya sembuh, akan kami libatkan juga dokter-dokter ahli. Ini juga sudah kami sampaikan kepada orang tua bayi," pungkasnya.
Bahkan ia juga akan membuat surat pernyataan kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan sebagai bentuk tanggung jawab.
"RS siap bertanggung jawab. Karena mana lah kami mau buat anaknya menderita. Saat ini bayi itu dirawat dengan tiga dokter spesialis. (kondisinya) semuanya sehat, cuma kakinya saja yang perlu dirawat," tutur Syahrial. (Ysa/Nof)
Load more