Lubuklinggau, tvOnenews.com - Sial benar nasib yang dialami Iskandar (39) warga Desa Rantau Serik, Kecamatan Tiang Pumpung Kepungut (TPK), Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, gegara menebang tiga batang pohon durian di lahan plasma milik orangtuanya, ia mesti menjadi terdakwa atas laporan dari pihak perusahaan kebun kelapa sawit setempat.
Hal ini diketahui saat digelarnya sidang dalam agenda mendengarkan keterangan saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum di Pengadilan Negeri Lubuklinggau, pada Selasa (09/05/2023).
Menurut Kuasa Hukum Terdakwa, Komaruzzaman dan Yeti Yuniarti, agenda sidang hari ini adalah dalam rangka pemeriksaan dari pihak JPU dan selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan terhadap para saksi dari pihak terdakwa.
"Kami sangat berharap agar Iskandar dibebaskan, karena perkara ini terkesan seolah dikriminalisasikan. Di mana sejak awal kasus ini bergulir banyak kejanggalan yang terjadi dan mengapa kasus yang kecil ini jadi begitu besar," ungkapnya kepada tim tvOnenews.com
Ia pun menambahkan, sebelum masuk ke lahan tersebut dan menebang pohon durian, terdakwa telah meminta izin kepada pihak perusahan dalam hal ini PT.GGSL dan tidak ada larangan. Namun ketika berada di dalam lahan tersebut terdakwa dituduh mencuri dan dilaporkan ke aparat Kepolisian Resort Musi Rawas hingga menjadi pesakitan dalam perkara ini.
Dalam persidangan selanjutnya, pihak kuasa hukum terdakwa akan mendatangkan saksi ahli untuk meringankan terdakwa, dimana menurutnya kasus ini merupakan perkara perdata dengan nilai sekitar Rp2,4 Juta namun kasus perdata ini dibawa ke ranah pidana.
Lanjutnya, mereka meminta kepada pihak Pemerintah Pusat agar turun tangan dalam persoalan ini, sebab kami menduga telah terjadi kriminalisasi terhadap terdakwa. Dimana perkara utama kasus ini ialah pada objek tanahnya, namun perkara ini masuk ke tahap P21.
Kuasa hukum pun menduga ada hal yang tidak beres dalam perkara ini dimana selama ini tanah plasma tersebut atas haknya berupa segel tapi tiba-tiba berubah menjadi Hak Guna Usaha (HGU).
Untuk diketahui sebelumnya, perkara ini berawal pada tanggal 9 Juli 2011 silam, dimana orang tua terdakwa mengoperkan tanahnya seluas 240 hektare kepada pihak PT Gunung Sawit Selatan Lestari (GSSL) dengan dokumen sebanyak 18 dokumen data pengoperan hak berupa tanah yang ditandatangani juga oleh Camat Tiang Pumpung Kepungut dan Kepala Desa Rantau Serik.
Dari 240 hektare lahan tersebut 200 hektare berstatus jual beli, sementara 40 hektare lainnya diperuntukan buat lahan plasma.
Namun pada tanggal 11 Maret 2013, orang tua terdakwa meninggal dunia dan dokumen lahan seluas 40 hektar yang keperuntukannya buat lahan plasma dalam bentuk segel belum diserahkan ke pihak perusahaan.
"Secara prinsip detail perjanjian lahan buat plasma belum dijual karena plasma seluas 40 hektare tersebut atas hak berupa segel tidak pernah diberikan. Sementara pihak perusahaan ketika ditanya terdakwa mengenai dokumen tersebut selalu memperlihatkan berkas berupa photo copy bukan dokumen asli atas tanah seluas 40 hektar tersebut dan terkesan selalu mengabaikan terdakwa," jelas Komaruzamman seusai persidangan pada Selasa (09/05/2023).
Pihak kuasa hukum pun merasa janggal atas kasus tersebut, dimana terdakwa menebang pohon durian dalam lahan milik orang tuanya sendiri justru dilaporkan oleh pihak PT GSSL tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan dan atau secara bersama sama melakukan kekerasan terhadap barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 363 dan Pasal 170 KUHP. (aza/fna)
Load more