Palembang, tvOnenews.com - Dihadapkan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Hakim Edi Palawi SH MH, tim penasehat hukum tergugat ahli waris menghadirkan saksi Amir Husein, seorang Notaris di Palembang, di PN Palembang, pada Selasa (23/5/2023). Notaris Amir Husein dihadirkan sebagai saksi dalam perkara sengketa lahan Universitas Bina Darma Palembang antara penggugat, Universitas Bina Darma (UBD) Palembang, dan tergugat, beberapa ahli waris.
Setelah sidang, kuasa hukum penggugat Bina Darma, Fajri Yusuf Herman, menjelaskan bahwa dalam persidangan, pihak kuasa hukum tergugat mempertanyakan kepada saksi apakah pada waktu itu sesuai dengan anggaran dasar. Namun, kemudian saksi ditanya oleh majelis hakim, dan kami juga menanyakan hal yang sama kepada saksi sebagai notaris.
"Fakta yang terungkap adalah bahwa yang dituangkan dalam akta perdamaian adalah sesuai dengan draft yang berasal dari para pihak terkait. Jadi, tanggung jawab atas konten dan kelanjutannya terletak pada para pihak yang hadir. Kami juga bertanya kepada saksi notaris apakah ada upaya pembatalan atau ketidaksetujuan terhadap akta tersebut, namun saksi menjawab tidak ada," ungkap Fajri.
Sementara itu, dalam persidangan, pihak tergugat ahli waris melalui tim kuasa hukumnya, Novel Suwa SH MH, menyatakan bahwa hari ini mereka menghadirkan saksi dari Notaris bernama Amir Husien.
Amir Husien adalah orang yang membuat akta perdamaian. Dalam persidangan, hakim menjelaskan bahwa perdamaian tersebut melibatkan kedua pihak.
"Ternyata dalam persidangan, hakim mengungkapkan kepada saksi Notaris Amir Husien bahwa undang-undang Notaris melarang adanya tekanan dalam segala bentuk, baik secara psikologis maupun secara hukum," tegas Novel.
Menurut Novel, sebagai contoh, pada tahun 2021, tergugat mendapatkan tekanan dalam bentuk masalah laporan polisi. Hal ini telah dibahas dalam persidangan terkait laporan polisi dan tekanan yang membuat tergugat menjadi tersangka. Sebagai ketua yayasan, tergugat sebelumnya juga mengalami tekanan dengan laporan polisi.
"Secara tidak langsung, tindakan perdamaian itu tidak sesuai dengan kode etik dan undang-undang Notaris. Hal ini sudah dijelaskan oleh Majelis Hakim dalam persidangan," ungkap Novel.
Novel juga menyinggung bahwa dalam persidangan terungkap bahwa pihak-pihak yang terlibat tidak datang secara bersama-sama. Mereka datang satu per satu, baik pihak pelapor maupun pihak terlapor, dengan jarak waktu hampir dua jam. Hal ini telah dijelaskan secara tertulis dalam persidangan.
Lebih lanjut, Novel menegaskan bahwa tidak ada laporan lain yang mengindikasikan adanya penekanan atau penggelapan aset. Dalam persidangan, terungkap bahwa empat pendiri yayasan, yaitu Buhori, Suheriatmono, Riva Ariani, dan Zainudin Ismail, termasuk klien mereka.
"Kami jelaskan di sini bahwa tidak ada tindakan penggelapan," jelas Novel.
Novel juga mengatakan bahwa pendapat mereka didasarkan pada fakta bahwa dalam perkara yang diajukan, tidak ada bukti yang dapat menunjukkan adanya penggelapan, dan karena klien mereka juga merupakan korban. Novel menantang untuk memeriksa apakah tersangka dalam kasus tersebut telah dinyatakan tidak bersalah atau belum.
"Jadi, jika itu benar, silakan cek apakah tersangka tersebut sudah mendapatkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) atau belum. Teman-teman sekalian dapat memeriksanya," tuturnya.
Novel juga menilai bahwa tindakan ini merupakan bagian dari upaya politik untuk menggulingkan ketua yayasan.
"Kami membantah semua yang dikatakan oleh pihak penggugat. Kami memiliki hak jawab dan kami sesuai dengan fakta yang diungkapkan dalam persidangan. Majelis Hakim juga telah mempertanyakan hal yang sama," tutupnya. (peb/fna)
Load more