Setelah adanya hasil pengukuran dan penilaian harga dari 14 persil tanah yang ada, pihak Dinas PUPR Kota Banda Aceh telah membayar sembilan persil tanah dengan total Rp4 miliar lebih (lima persil tahun 2018 dibayar sebesar Rp3,1 miliar lebih dan empat persil tahun 2019 dibayar Rp799 juta lebih).
Sembilan persil tanah itu terindikasi adanya penyimpangan, di mana tiga persil diantaranya yakni tanah Pasar Batu Cincin, tanah gampong dan tanah salah satu warga. Dua bidang tanah di antaranya menggunakan alas hak berupa Surat Keterangan Tanah Milik Gampong (SKT) dan satu lainnya menggunakan alas hak sporadik.
Saat proses pembayaran tanah pihak keuchik (kepala desa) tidak melampirkan rekening kas gampong, melainkan rekening pribadi.
"Pihak dinas pun tidak memverifikasi secara mendetail sehingga dana pembebasan lahan itu masuk ke rekening pribadi, padahal sesuai aturan harusnya masuk ke kas gampong," katanya.
Fadillah menyebutkan, dari hasil audit pihak Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, diketahui bahwa terdapat kerugian negara sebesar Rp1 miliar lebih dalam perkara tersebut.
"Kami akan lengkapi bukti lainnya yang berkaitan dengan tersangka lain, termasuk memeriksa tersangka dan melengkapi berkas perkaranya," ujarnya.
Selain itu, pihaknya juga telah menyita lahan tersebut berdasarkan Penetapan Pengadilan Negeri Banda Aceh Nomor: 4/Pen.Pid.Sus-TPK-SITA/2023/PN Bna tanggal 13 Februari 2023 dan Surat Perintah Penyitaan Sat Reskrim Polresta Banda Aceh Nomor: SP/Sita/24/II/Res.3.5/2023/Sat Reskrim tanggal 15 Februari 2023.
Load more