Langkat, tvOnenews.com - Kasus pembunuhan terhadap Paino mantan anggota DPRD Langkat masih bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Stabat, Kabupaten Langkat. Pada persidangan yang digelar, pihak keluarga korban Paino merasa kecewa dengan jalannya persidangan dalam kasus penembakan yang dilakukan terdakwa Sentosa alias Tosa Ginting Cs.
"Jalannya persidangan ini tidak adil. Hakim dan jaksa tidak menghadirkan terdakwa Sentosa/ Tosa Ginting saat menggelar sidang terhadap terdakwa Tato dan Syahdan," ucap Kateni kakak kandung korban Paino kepada awak media Rabu (12/7/2023).
Kateni menjelaskan bahwa selama persidangan terdakwa Tosa Ginting yang diduga sebagai otak pelaku penembakan tidak pernah dihadirkan sama sekali secara offline dan hanya dihadirkan secara online saja.
"Setiap terdakwa Tato dan Syahdan disidangkan terdakwa Tosa Ginting dan beberapa terdakwa lainnya hanya dihadirnya melalui zoom meeting (sidang online). Ini ada apa?," ujar wanita berusia 70 tahun tersebut.
Sembari meneteskan air mata, Kateni mengungkapkan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa juga menyampaikan keterangan yang berbelit-belit ketika ditanya majelis hakim dipersidangan kasus pembunuhan terhadap korban Paino.
"Kami selaku pihak dari korban meminta agar Presiden memberikan rasa keadilan karena dirasa jalannya persidangan oleh jaksa dan hakim di PN Stabat tidak memberikan rasa keadilan kepada adik ku Paino," harap Kateni.
"Pak Paino telah meninggal karena ditembak oleh Tosa Ginting Cs. Oleh karena itu kami minta agar mereka juga dihukum mati sesuai dengan perbuatannya," timpal Indah Sari salah seorang keponakan almarhum Paino.
Sebelumnya, terdakwa Sulhanda alias Tato dan Parsadanta Sembiring mengajukan pemeriksaan konfrontir terhadap saksi Sumartik alias Atik dan Rudi Sembiring.
Hal ini disampaikan melalui Kuasa Hukum kedua terdakwa, Irwansyah Putra Nasution dalam persidangan yang dilaksanakan di Pengadilan Negeri Stabat dalam peristiwa pembunuhan Paino eks anggota DPRD Langkat.
"Saya melihat saksi Atik dan Rudi berbelit-belit dalam menyampaikan keterangan dipersidangan. Mereka berdua perannya sangat penting dalam peristiwa pembunuhan Paino," beber Irwansyah.
Lanjut Irwansyah, peran saksi Atik dalam pembunuhan Paino yakni menyerahkan senjata api kepada terdakwa Sahdan. Hal itu dituangkan dalam BAP, namun beberapa waktu lalu, Atik mencabut keterangan dipersidangan.
Sedangkan saksi Rudi, dalam persidangan terungkap fakta, berperan sebagai orang yang membuang senjata api tersebut.
"Jadi kita minta keterangannya di konfrontir untuk mencari kebenaran. Dan hakim sudah setuju," ucap Irwansyah.
Berdasarkan keterangan kedua terdakwa, pemilik senjata api untuk membunuh Paino yang digunakan eksekutor Dedi Bangun merupakan milik dari terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa Ginting.
Irwansyah juga meminta majelis hakim untuk menghadirkan keseluruhan terdakwa di persidangan secara offline, karena sidang online sangat sulit untuk menggali, terkadang putus-putus.
Pada kesempatan itu, Irwansyah menyatakan kecewa dengan kinerja jaksa penuntut yang dalam hal ini mewakili korban atau negara untuk mendakwa dan menuntut para pelaku pembunuhan Paino.
Pasalnya penyidik hanya menyangkakan pasal 340 KUHP dalam penyidikannya berdasarkan saksi dan barang bukti, namun jaksa menambahkan pasal 338 dan 353 jo 55 KUHP.
"Semuanya berubah pada saat dakwaan, inikan aneh. Jelas itu pembunuhan berencana, tapi digiring dengan pasal-pasal yang lebih ringan," ungkapnya.
Irwansyah menuturkan dalam hal menghadirkan saksi-saksi di persidangan terdakwa Sulhanda alias Tato dan juga terdakwa Parsadanta Sembiring alias Sahdan, banyak yang tidak dapat dihadirkan jaksa.
"Sementara dalam persidangan terdakwa Tosa Ginting, salah satu saksi Joko Al Malik dapat dihadirkan. Ini kan aneh," bebernya.
Selain itu, Irwansyah mengungkapkan banyak sekali alasan jaksa untuk tidak menghadirkan para terdakwa di persidangan.
"Hakim sudah memerintahkan untuk menghadirkan para terdakwa, namun jaksa minta hakim membuat penetapan. Kan sudah jelas perintah hakim dipersidangan, perintah itu kan sah disampaikan di persidangan," ujarnya.
Terdakwa Tato dan Sahdan hingga saat ini akan mengungkapkan fakta-fakta sesungguhnya di persidangan Pengadilan Negeri Stabat, meskipun berulang kali mendapatkan ancaman intimidasi dan akan dibunuh oleh orang-orang yang diduga suruhan terdakwa Luhur Sentosa Ginting alias Tosa.
Berdasarkan pengakuan keduanya, perintah untuk membunuh korban Paino didapatkan dari Tosa Ginting, termasuk kepemilikan senjata api yang digunakan terdakwa Dedi Bangun untuk menembak korban.
Dalam peristiwa pembunuhan Paino, lima orang menjadi terdakwa dalam persidangan yakni Luhur Sentosa Ginting, Dedi Bangun, Sulhanda, Sahdan dan M Heriska Wantenero. (tht/haa)
Load more