Bengkulu, tvOnenews.com - Abrasi parah terus merubah daratan menjadi lautan hampir di sepanjang pesisir Provinsi Bengkulu yang memiliki garis pantai sepanjang 525 kilometer, berhadapan langsung dengan Samudera Hindia.
Akibatnya jalan negara, perkebunan warga, rumah, Tempat Pelelangan Ikan (TPI), wisata, pusat ekonomi tersapu ombak hingga menyasar pada mata pencarian dan ekonomi masyarakat.
Seperti di Desa Kerkap kecamatan Air Napal, Bengkulu Utara, sekurangnya ada 11 desa yang saat ini telah habis dan menjadi lautan akibat terjangan abrasi. Tidak sedikit lahan perkebunan, pertanian bahkan permukiman penduduk setempat terkikis dan akhirnya tenggelam.
"Daratan yang dulunya lokasi perkebunan, pertanian serta rumah penduduk kini sudah berada di laut, abrasi ini membuat kami tidak dapat berkebun dan berpengaruh pada penghasilan, ini sudah terjadi bertahun-tahun,” ujar Masna, salah satu warga Desa Air Napal yang lahan kebun dan rumahnya ikut tersapu ombak.
Setidaknya ada tujuh kabupaten dan kota yang membentang di sepanjang pesisir Bengkulu yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Ombak ganas Samudera Hindia setiap detik mengikis bibir pantai, angin kencang ikut mempercepat hilangnya daratan.
Sementara itu, Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII, Adi Umar Dani mengatakan, daratan Bengkulu yang menghadap Samudera Hindia hilang satu hingga dua meter per tahun akibat laju abrasi di pesisir Bengkulu.
"Tentu secara tidak langsung dampaknya sawah, jalan negara, fasilitas publik dan lainnya menjadi terancam bahkan sudah ada yang tenggelam. Ini menjadi perhatian kita bersama," kata Adi Umar Dani, saat meninjau pekerjaan penahan gelombang laut di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu, Kamis (24/8/2023).
Penahan gelombang di wilayah Pantai Hili, Kaur, Bengkulu. (tim tvOne/Miko)
Estimasi pihaknya garis pantai Bengkulu mencapai 525 kilometer yang membentang di tujuh kabupaten di Provinsi Bengkulu setidaknya 200 kilometer diantaranya saat ini terancam akibat abrasi. Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, pemerintah terus melakukan perbaikan dan pencegahan pesisir pantai yang rusak namun belum mencapai 50 persen yang mampu diperbaiki.
"Dari jumlah yang terancam dan rusak itu, kami menggunakan skala prioritas bekerjasama dengan balai jalan nasional Bina Marga termasuk titik longsor. Skala prioritas dilakukan karena terbatasnya anggaran yang kita kelola," terangnya.
Kerusakan akibat abrasi menurutnya tertinggi terjadi di Kabupaten Bengkulu Utara, Kaur serta beberapa kabupaten lain. Secara keseluruhan perbaikan pesisir Bengkulu yang rusak dan terancam abrasi bila harus diproteksi maka membutuhkan biaya yang cukup tinggi berkisar Rp5 triliun.
"Kalau kita rata-ratakan Rp50 juta per meter maka sekitar Rp5 triliun, itu semua sepanjang 525 kilometer. Hanya saja kita tentu memilih skala prioritas terkait kemampuan anggaran," ujarnya.
Adapun perbaikan pesisir dilakukan pembangunan kubus beton serta sejumlah jenis konstruksi lainnya disesuaikan dengan karakter pesisir yang ada, karena di beberapa wilayah pesisir pantai yang ada memiliki cara dan penanganan yang berbeda, terlebih Bengkulu Utara yang kondisinya merupakan tebing terjal.
Direktur Walhi Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga mengatakan, terdapat 184 desa di Bengkulu terancam abrasi mulai dari Kabupaten Kaur hingga Mukomuko berbatasan dengan Provinsi Lampung dan Sumatera Barat.
Kondisi abrasi di pesisir pantai, Bengkulu. (tim tvOne/miko)
Walhi mengingatkan bahwa Bengkulu telah mengalami krisis iklim dan harus menjadi perhatian serius mengingat daerah itu ditetapkan BNPB sebagai potensi bencana maka pemerintah diminta untuk mempunyai peta penanganan bencana.
Ia juga menambahkan, pemerintah harus memperhatikan bagaimana kerentanan daerah pesisir dan mendorong pemerintah mempunyai fokus yang serius menyikapi dampak perubahan iklim pada masyarakat dan nelayan.
Walhi juga mengusulkan agar pemerintah melibatkan masyarakat nelayan terdampak krisis iklim untuk diajak mengambil kebijakan dalam menyikapi soal krisis iklim.
"Harus ada pelibatan masyarakat baik teknis dan substansi dalam menangani krisis iklim yang turunannya baik dalam bentuk adaptasi dan mitigasi perubahan iklim di Bengkulu," kata Ibrahim.
Bagi masyarakat, mereka inginkan desa mereka tidak hilang ditelan laut. Bila tidak ada intervensi pemerintah maka dalam waktu 5-10 tahun mereka dapat memastikan desa mereka ikut tenggelam. (rgo/wna)
Load more