Mukomuko, tvOnenews.com - Mukomuko, sebuah daerah di Provinsi Bengkulu yang dikenal sebagai lumbung padi, menghadapi penurunan hasil panen padi akibat berkurangnya lahan persawahan yang beralih fungsi menjadi perkebunan sawit. Potensi lahan sawah yang ada juga belum optimal karena masalah pasokan air, padahal di kabupaten ini terdapat Bendungan besar bernama Air Majunto.
Bendungan Air Majunto telah berdiri sejak tahun 1986 dan diresmikan oleh Presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto, pada tahun 1989. Bendungan ini mengaliri lima kecamatan di Kabupaten Mukomuko, yaitu Lima Koto, Lubuk Pinang, XIV Koto, Air Majunto, dan Kota Mukomuko.
Lojo, seorang petani dan kepala desa Rawa Mulya, mengungkapkan bahwa sejak dia dan keluarganya pindah dari Jawa ke Bengkulu pada masa pemerintahan Soeharto, mereka diutamakan untuk menjadi petani dan mengelola lahan gambut menjadi lahan sawah. Namun, program ini tidak didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai, sehingga banyak lahan mereka tidak memiliki pasokan air yang cukup.
"Lahan yang kami kelola tidak memadai, bahkan banyak petani yang beralih dari tanaman padi ke tanaman yang lebih menguntungkan, seperti sawit," ujar Lojo.
Pemerintah akhirnya melakukan pembangunan dan memberikan solusi bagi petani sawah dengan membangun jaringan sekunder dan tersier yang belum sepenuhnya optimal.
Perbaikan saluran penampungan lumpur Bendung Air Majunto.
Adi Umar Dani, Kepala Balai Wilayah Sungai Sumatera Wilayah VII (BWSS VII), mengakui bahwa upaya terus dilakukan untuk mengoptimalkan fungsi Bendungan Air Majunto di Kabupaten Mukomuko. Namun, masih banyak kebutuhan akan saluran tersier, mengingat dari luas potensial sawah sekitar 9.493 hektar, hanya 4.498 hektar yang sudah memiliki saluran tersier, sementara sisanya, sekitar 4.995 hektar, belum teraliri irigasi dari Bendungan Air Majunto.
"BWS Sumatera VII memiliki program pembangunan jaringan tersier untuk 2.000 hektar dengan anggaran sekitar Rp45 Miliar, namun secara keseluruhan, untuk menyelesaikan jaringan tersier di Bendungan Air Majunto dengan potensi 4.995 hektar, diperlukan anggaran sebesar Rp112 Miliar," kata Adi Umar Dani.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Mukomuko, M. Rizon, menjelaskan bahwa produksi gabah di Kabupaten Mukomuko mencapai 68.176,30 ton per tahun, yang diperoleh dari sawah yang teraliri air.
"Diperlukan sarana dan prasarana pendukung, termasuk saluran tersier dari Bendungan Air Majunto ke sawah yang belum produktif. Dengan langkah ini, produksi gabah bisa meningkat dua kali lipat menjadi 336.000 ton per tahun," ungkap M. Rizon.
Kabupaten Mukomuko telah mengeluarkan Perda Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Alih Fungsi dan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan untuk melarang alih fungsi lahan potensial sawah menjadi perkebunan sawit. Namun, keberhasilan Perda ini masih terkendala oleh kebutuhan akan jaminan pasokan air yang belum optimal.
Iskandar, Ketua Kelompok Tani V Koto, berpendapat bahwa jika pemerintah serius menjamin pasokan air ke lahan persawahan dari Bendungan Air Majunto, petani yang sebelumnya beralih ke perkebunan sawit akan kembali mengalihkan lahan mereka menjadi sawah, meningkatkan produksi gabah.
"Jika pemerintah memberikan jaminan pasokan air, petani yang sebelumnya memiliki lahan sawit pasti akan kembali menggunakannya sebagai lahan persawahan, selama ini mereka beralih karena tidak ada jaminan air," ujar Saipudin.
(rgo/fna)
Load more