Lampung Tengah, tvOnenews.com - Tujuh petani yang sebelumnya diamankan dalam insiden kericuhan selama proses eksekusi lahan PT Bumi Sentosa Abadi (PT BSA) di Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah, telah dipulangkan oleh Polres Lampung Tengah.
Kejadian ini terjadi pada Kamis (21/9/2023) ketika PT BSA melakukan pengolahan lahan dan dihadapi penolakan dari sejumlah petani. Pihak kepolisian melakukan penangkapan karena beberapa petani membawa senjata tajam.
Kapolres Lampung Tengah, AKBP Andik Purnomo Sigit, mengungkapkan bahwa situasi di lapangan memanas sehingga aparat kepolisian melakukan tindakan pengamanan untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat sekitar.
Selain itu, Andik menambahkan bahwa delapan warga lainnya juga diamankan oleh anggota pengamanan karena diduga membawa senjata tajam. Mereka kemudian dibawa ke Mapolres Lampung Tengah untuk pemeriksaan lebih lanjut.
"Setelah menjalani pemeriksaan, tujuh dari delapan warga yang diamankan telah dipulangkan ke keluarga mereka masing-masing," ungkap AKBP Andik pada Sabtu (23/9/2023).
Sementara itu, satu orang yang tersisa masih menjalani pemeriksaan di Mapolres Lampung Tengah. Individu tersebut selain membawa senjata tajam juga diduga memprovokasi massa dan menghalangi pihak perusahaan saat melakukan kegiatan pengelolaan lahan.
Andik menambahkan, "Yang bersangkutan terbukti membawa senjata tajam, sehingga kita akan melanjutkan pemeriksaan lebih lanjut."
Kericuhan ini berlangsung di lahan yang menjadi sengketa antara warga tiga desa di Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah, pada Kamis (21/9/2023). Puluhan orang yang menduduki lahan ini sejak beberapa hari yang lalu akhirnya dibubarkan oleh kepolisian.
Sebanyak tujuh orang yang melakukan perlawanan diamankan karena diduga membawa senjata tajam selama proses pengosongan lahan. Sengketa lahan ini berasal dari tiga desa, yaitu Desa Bumiaji, Negara Aji Tua, dan Negara Aji Baru, dengan perusahaan perkebunan sawit PT Bumi Santosa Abadi atau PT BSA.
Awalnya, lahan yang menjadi sengketa ini dikelola oleh PT BSA sebagai perkebunan sawit. Namun, pada tahun 2013, sebagian lahan diambil alih oleh warga karena perkebunan sawit tersebut terbengkalai.
Warga mengklaim bahwa lahan seluas 900 hektar yang dikelola oleh perusahaan merupakan tanah ulayat adat mereka. Sementara itu, pihak perusahaan mengelola lahan ini berdasarkan sertifikat hak guna usaha atau HGU.
(puj/fna)
Load more