Bengkulu, tvOnenews.com - Penyelundupan baby lobster di wilayah Provinsi Bengkulu kembali terjadi, kali ini Subdit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus Polda Bengkulu menggagalkan setidaknya 24 ribu lebih benih bening lobster asal Kabupaten Kaur yang rencananya akan diperdagangkan ke pasar gelap internasional.
Dalam keterangan tersangka kepada polisi, benih bening lobster atau benur ini, dibeli dari para nelayan dengan harga kisaran Rp7.500 hingga Rp8.500 per ekor jenis mutiara dan pasir. Kemudian akan dijual kembali ke negara Vietnam dengan kisaran harga Rp150 ribu per ekor.
Dikatakan Dirreskrimsus Polda Bengkulu, Kombespol I Wayan Riko Setiawan, benur yang berhasil diamankan bersama tersangka B (48) warga Kaur, Provinsi Bengkulu ini, berada di kolam penangkaran yang selanjutnya akan dikemas dan diangkut dengan mobil angkutan menuju Provinsi Lampung hingga Jambi dan nantinya akan diperdagangkan ke luar negeri.
"Kita amankan kurang lebih ada 24.434 ekor BBL (benih bening lobster) yang rencananya akan dijual tersangka. Perdagangan ilegal ini telah dilakukan tersangka sejak 2020 lalu, begitu keterangan tersangka kepada penyidik, masih perlu kita dalami lagi," kata Kombespol I Wayan Riko Setiawan.
Dalam memuluskan praktik perdagangan ilegal ini, dijelaskan I Wayan Riko, tersangka menggunakan lembaga koperasi sebagai tameng melakukan penangkaran benur dan merupakan jaringan perdagangan internasional.
"Dalam penyelidikan didapati tersangka B menggunakan koperasi seolah-olah menangkarkan benur namun di balik itu tersangka melakukan jual beli benur ilegal," jelasnya.
Dalam praktik perdagangan ilegal benur ini, rata-rata tersangka mendapatkan keuntungan kisaran Rp10 juta hingga Rp12 juta bersih, per satu kali transaksi. Jika dihitung dengan jumlah penjualan yang biasa ia lakukan di atas Rp1 miliar, bahkan untuk transaksi kali ini bisa mencapai Rp3,6 miliar.
"Per hari tersangka ini bisa mengumpulkan 50 ribu ekor dari nelayan," lanjutnya.
Tersangka disangkakan pasal berlapis, yaitu Pasal 88 Jo Pasal 16 ayat (1) UU No. 31 tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana diubah dengan UU No. 45 tahun 2009, Pasal 16 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar. Selanjutnya Pasal 88 huruf b Jo Pasal 35 ayat (1) huruf b UU No. 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan, dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan pidana denda paling banyak Rp2 miliar. (rgo/wna)
Load more