Untuk diketahui, terkhusus peraturan tentang penanganan pengungsi, Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Perpres ini harus menjadi acuan utama dalam konteks penanganan pengungsi yang berlaku sebagai dasar hukum tingkat nasional.
"Dalam aturan tersebut tegas, bahwa untuk menangani pengungsi, pemerintah harus memberikan bantuan mulai dari penemuan, penampungan, pengamanan dan pengawasan, yang menjadi tanggung jawab pemerintah melalui berbagai lembaga yang ada," jelasnya.
"Jadi berdasarkan aturan yang ada negara ini membuka ruang untuk masuknya pengungsi, oleh sebabnya kami mengingatkan tidak boleh ada unsur negara yang menolak kedatangan mereka, dalam hal ini Kepala Desa Kwala Besar, begitupun narasi-narasi penolakan dari masyarakat, negara ini saja membuka ruang untuk kedatangan pengungsi.”
Lanjut Rahmat, Indonesia juga sudah bekerja sama dengan lembaga-lembaga dunia untuk pengungsi, seperti UNHCR dan IOM dalam menangani masalah-masalah pengungsi. Oleh sebab itu, sebagai lembaga dunia yang bekerja untuk isu Refugee harus proaktif mendorong pemerintah membuka ruang-ruang penyelematan bagi pengungsi Rohingya.
Adapun dugaan berangsur-angsurnya etnis Rohingya berdatangan ke wilayah Aceh - Sumut akan menjajah Indonesia, KontraS mengingatkan masyarakat tak perlu berpikir jauh seperti itu.
"Pengungsi itu (Rohingya) tidak masuk dalam kategori warga negara jadi nggak perlu ditakutkan juga. Sejauh ini nggak ada warga Rohingya yang punya KTP karena hak-hak mereka itu nggak akan diakomodir oleh negara Indonesia. Jadi, ya, santai saja nggak mungkin mereka mampu menjajah negara kita," tandasnya. (iin/wna)
Load more