Medan, tvOnenews.com - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Sumatera Utara (KontraS Sumut) turut menyoroti pengungsi Rohingya yang mulai merambah ke pesisir Kabupaten Deli Serdang, Sumut, Sabtu (30/12) lalu.
Sedikitnya 147 pengungsi Rohingya terdampar di Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang. Hingga saat ini pengungsi dari negara Myanmar itu masih berada di teluk tak berpenghuni.
Datangnya pengungsi Rohingya ke wilayah daratan Sumut diduga akibat menguatnya penolakan warga Aceh. Teranyar, sekumpulan mahasiswa di Aceh mendemo dan mengusir paksa para pengungsi tersebut.
Mempertimbangkan hal itu, KontraS Sumut mengingatkan masyarakat agar kasus penolakan Rohingya di Aceh tak terjadi di Deli Serdang - Langkat.
"KontraS Sumut mendorong pemerintah daerah untuk membuka pintu selebar-lebarnya memberikan tempat penampungan bagi pengungsi Rohingnya yang mendarat di Deli Serdang, dan daerah Langkat. Para pengungsi harus mendapatkan perhatian yang serius dari pemerintah setempat," kata Koordinator KontraS Sumut, Rahmat Muhammad, di Medan, Kamis (4/12).
Rahmat merasa prihatin melihat para pengungsi Rohingya yang kelaparan dan lelah karena telah berlayar puluhan hari. Mereka terombang-ambing di lautan demi berlayar ke Indonesia. Sebab, kata Rahmat, warga Rohingya percaya bahwa Indonesia dan masyarakatnya yang ramah mampu untuk memberikan ruang aman bagi keberlangsungan hidup dirinya, keluarga dan anak-anaknya.
"Secara hukum kita memiliki regulasi yang cukup kok, sekalipun Indonesia belum menjadi negara penandatangan Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967 mengenai hak pengungsi dari luar negeri. Namun, Indonesia memiliki kewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap para pengungsi berdasarkan Prinsip HAM Nasional dan Internasional yang kita anut," tutur Rahmat.
Untuk diketahui, terkhusus peraturan tentang penanganan pengungsi, Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Perpres ini harus menjadi acuan utama dalam konteks penanganan pengungsi yang berlaku sebagai dasar hukum tingkat nasional.
"Dalam aturan tersebut tegas, bahwa untuk menangani pengungsi, pemerintah harus memberikan bantuan mulai dari penemuan, penampungan, pengamanan dan pengawasan, yang menjadi tanggung jawab pemerintah melalui berbagai lembaga yang ada," jelasnya.
"Jadi berdasarkan aturan yang ada negara ini membuka ruang untuk masuknya pengungsi, oleh sebabnya kami mengingatkan tidak boleh ada unsur negara yang menolak kedatangan mereka, dalam hal ini Kepala Desa Kwala Besar, begitupun narasi-narasi penolakan dari masyarakat, negara ini saja membuka ruang untuk kedatangan pengungsi.”
Lanjut Rahmat, Indonesia juga sudah bekerja sama dengan lembaga-lembaga dunia untuk pengungsi, seperti UNHCR dan IOM dalam menangani masalah-masalah pengungsi. Oleh sebab itu, sebagai lembaga dunia yang bekerja untuk isu Refugee harus proaktif mendorong pemerintah membuka ruang-ruang penyelematan bagi pengungsi Rohingya.
Adapun dugaan berangsur-angsurnya etnis Rohingya berdatangan ke wilayah Aceh - Sumut akan menjajah Indonesia, KontraS mengingatkan masyarakat tak perlu berpikir jauh seperti itu.
"Pengungsi itu (Rohingya) tidak masuk dalam kategori warga negara jadi nggak perlu ditakutkan juga. Sejauh ini nggak ada warga Rohingya yang punya KTP karena hak-hak mereka itu nggak akan diakomodir oleh negara Indonesia. Jadi, ya, santai saja nggak mungkin mereka mampu menjajah negara kita," tandasnya. (iin/wna)
Load more