Medan, tvOnenews.com - Ratusan perwakilan warga Kabupaten Toba, Kabupaten Samosir dan Kabupaten Tapanuli Utara yang berada di wilayah hutan lahan produksi PT Toba Pulp Lestari (TPL) melakukan aksi protes di depan kantor DPRD Provinsi Sumatera Utara, Jalan Imam Bonjol, Medan, Kamis (18/4/2024) siang.
Kedatangan seratusan warga dari Kabupaten Toba, Samosir dan Taput ini ingin menyampaikan aspirasi mereka terkait operasional PT TPL yang telah melakukan perambahan hutan puluhan tahun di wilayah Kawasan Danau Toba hingga menyebabkan longsor, banjir dan kerusakan hutan.
Selain itu, operasional TPL mengancam keberadaan warga sekitar dan masyarakat adat di Provinsi Sumatera Utara. Warga menuntut ditutupnya perusahaan bubur kayu milik perusahaan TPL tersebut.
Anggiat Sinaga, Ketua Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL, pada orasinya di depan puluhan aparat kepolisian mengatakan kehadiran mereka untuk bertemu pimpinan DPRD Provsu atau anggota DPRD yang membidangi, agar aspirasi mereka warga yang selama ini terdampak aktivitas PT TPL dapat diterima.
“Kami jauh-jauh datang dari Toba hanya untuk mengadukan nasib kami yang selama ini tertindas dan ter intimidasi termasuk salah satu teman kami amang Sormatua. Kami ingin dia dibebaskan dan bukan penangguhan penahan oleh pihak kepolisian,” teriak Anggiat dari balik mikrofonnya.
Dijelaskan lagi, saat ini sangat banyak pohon-pohon ekaliptus ditanam oleh PT TPL yang sangat berdampak terhadap ekosistem di wilayah Tanah Batak.
“Kami sering diintimidasi oleh aparat kepolisian yang diduga disuruh oleh PT TPL, padahal kami bekerja di lahan milik orang tua atau keluarga kami sejak dulu. Bapak DPRD kami sudah datang di sini. Kami hanya ingin menemui bapak. Kami masyarakat adat menuntut keadilan, tanah kami diambil oleh PT TPL. Tanah kami yang merupakan tanah adat diambil perusahaan TPL. Tutup TPL. Tutup TPL…,“ teriak seorang perwakilan pendemo di depan pintu gerbang DPRD Sumut.
Saat akan ditemui oleh Kabag Humas DPRD Sumut, Ahmad Sofyan, massa menolak dan memaksa agar dipertemukan langsung dengan pimpinan DPRD Provsu atau anggota DPRD Sumut yang membidangi.
Bahkan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar pada tahun 2021 di Parapat saat bertemu masyarakat adat telah mengeluarkan rekomendasi penyelesaian konflik masyarakat adat dengan PT Toba Pulp Lestari. Namun sampai saat ini tidak ada tindakan serius dari pemerintah dalam mengakui dan melindungi masyarakat adat.
“Sebagai reaksi terhadap situasi ini, kami menyuarakan keprihatinan dan kepedulian yang mendalam atas kesulitan yang dialami oleh masyarakat adat,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil rakyat DPRD Sumut, Irwan Simamora dari Partai Hanura dan Yahdi Khoir dari PAN, kepada para pendemo mendengarkan aspirasi masyarakat pendemo di kawasan Danau Toba tersebut. Mereka akan membawa persoalan tersebut ke pimpinan dan rapat DPRD sebagai hal yang penting.
“Karena menyangkut harkat masyarakat ini akan kami bawa ke dalam rapat agar dijadikan prioritas,” kata Irwan Simamora.
“Kami DPRD Sumut akan mendesak Pansus terkait undang-undang ini agar ada payung hukumnya. Kesewenang-wenangan yang terjadi karena belum ada payung hukumnya. Sebenarnya DPRD Sumut sudah berinisiatif membuat UU hak masyarakat adat ada di Propemperda tahun 2022.
“Sudah kami bahas, kebetulan saya salah satu anggota yang ikut membahas. Namun karena UU nya belum selesai, maka pembahasan tentang perlindungan hak masyarakat adat masih proses di pusat,” ujar politisi dari PAN itu. (zul/wna)
Load more