Padangsidimpuan, tvOnenews.com - Kejaksaan Negeri Padangsidimpuan, Sumatera Utara menggeledah kediaman tersangka kasus dugaan pemotongan Alokasi Dana Desa (ADD) tahun 2023 sebesar 18 persen berinisal MKS yang berada di Jalan Mustafa Harahap, Gang Fajar Baru, Kelurahan Aek Tampang, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kota Padangsidimpuan, Selasa (16/7/2024) siang. Dalam penggeledahan tersebut, petugas kejaksaan menyita dua unit ponsel.
Amatan wartawan di lokasi, sebelum penggeledahan berlangsung sempat terjadi adu argumen antara pihak kejaksaan dan kuasa hukum tersangka, Marwan Rangkuti. Dimana, Marwan mengaku heran dengan surat penggeledahan yang dibawa penyidik lantaran surat tersebut diterbitkan pada tanggal 2 Juli 2024.
Tidak sampai di situ, adu argumen kembali terjadi saat penyidik hendak melakukan penggeledahan. Di mana, kuasa hukum tersangka hendak menyaksikan langsung penggeledahan. Namun tidak diperbolehkan pihak kejaksaan lantaran ini merupakan proses penyidikan.
Alhasil, penggeledahan terus berjalan disaksikan Lurah Aek Tampang, Kepala Lingkungan, dua masyarakat, serta isteri tersangka dan mendapat pengawalan dari dua aparat kepolisian berpakaian lengkap.
Setelah memakan waktu lebih kurang dua jam, penggeledahan selesai dan petugas akhirnya keluar dari kediaman TSK.
Saat dikonfimasi wartawan, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Padangsidimpuan, Manatap Sinaga enggan berkomentar terkait penggeledahan tersebut. Dirinya mengaku tidak memiliki izin untuk memberikan keterangan. “Langsung saja ke Kajari,” ucapnya singkat.
Sementara itu, kuasa hukum tersangka, Marwan Rangkuti mengatakan, dalam penggeledahan tersebut kejaksaan menyita dua unit ponsel. “Penggeledahan hari ini yang diambil ada dua handphone. Anehnya, handphone yang diambil itu satu handphone anaknya. Tapi nggak masalah. Itu kewenangan mereka lah. Dan satu lagi handphone game,” ucapnya.
Kemudian, Marwan mengaku heran dengan surat penggeledahan yang dibawa petugas. Pasalnya, surat tersebut dibuat pada tanggal 2 Juli 2024, sementara MKS ditetapkan tersangka oleh Kejari Padangsidimpuan pada tanggal 3 Juli 2024.
“Gini loh, secara hukum untuk menggeledah itu harus ditemukan dua alat bukti bahwa dia melakukan suatu perbuatan. Tanggal 2 Juli 2024 itu, status si MKS belum diperiksa sebagai saksi, belum diperiksa sebagai tersangka. Karena berdasarkan surat perintah penetapan tersangka itu tanggal 3 Juli 2024. Pada saat dia ditangkap, dibawa ke kejaksaan kemudian dia diperiksa sebagai saksi, langsung kemudian ditingkatkan sebagai tersangka. Tanggal yang sama semua,” ujarnya sembari mengatakan kliennya tidak pernah dipanggil selama proses penyelidikan baik sebagai saksi.
Lebih lanjut, Marwan membeberkan bagaimana kronologis penangkapan terhadap kliennya tersebut. Kala itu, MKS dipanggil datang ke Kantor Wali Kota Padangsidimpuan untuk hadir ke ruangan Sekda Kota Padangsidimpuan. Namun, setelah 10 menit berada di ruang tunggu, MKS langsung ditangkap sebelum akhirnya dibawa ke kejaksaan.
“Setelah di kejaksaan, dia (MKS) langsung diperiksa sebagai saksi dan kemudian hari itu juga dijadikan tersangka. Artinya ketika dia ditangkap, dasar penangkapannya tidak ada. Berarti statusnya belum ada. Tapi dia sudah dibawa paksa atau ditangkap,” terangnya.
Ironisnya, sejak ditetapkan sebagai tersangka bahkan dilakukan penahanan yang telah berlangsung selama 13 hari, MKS tidak dapat dihubungi maupun dikunjungi pihak keluarga hingga kuasa hukumnya. “Pengacara sudah pernah menghadap Kalapas. Kalapas mengatakan, kami sudah diberikan arahan dari Kajari, bahwa kami tidak boleh memberikan izin besuk kalau tidak ada izin dari Kajari. Itu langsung dinyatakan oleh Kalapas sendiri,” urai Marwan.
Bahkan, kuasa hukum maupun keluarga tersangka telah berulang kali melayangkan permohonan kepada Kajari Padangsidimpuan, Lambok MJ Sidabutar membesuk tersangka. Namun, semua permohonan tersebut belum diindahkan hingga saat ini.
“Kita pengacara membuat permohonan itu secara tertulis dua kali, dan secara lisan satu kali, berarti sudah tiga kali. Sedangkan untuk keluarga sendiri sudah hampir 4 kali membuat permohonan. Tetapi semua tidak memberikan hasil. Artinya tidak diperbolehkan mengunjungi si MKS,” akunya.
“Kita akan mendukung proses penyidikan terhadap tindak pidana korupsi. Itu pasti kita dukung. Tapi kalau prosesnya di luar dari cara yang diatur KUHAP, kita jelas keberatan. Karena, rambu-rambu penyidik baik itu di kepolisian maupun dikejaksan dalam melaksanakan tugasnya itu berdasarkan KUHAP. Kalau KUHAPnya dilanggar, ini kan seperti zaman bar-bar,” tegasnya.
Sementara itu, Kajari Padangsidimpuan, Lambok MJ Sidabutar, hingga kini belum memberikan keterangan terkait hal tersebut. Pasalnya, hingga berita ini diterbitkan dirinya belum membalas pesan singkat wartawan saat dikonfimasi melalui nomor pribadinya. (dho/wna)
Load more