Nagan Raya, Aceh- Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Golongan Peduli Sosial Lingkungan (GPS) mengecam tindakan PT Prima Bara Mahadana (PBM) yang diduga nekat melakukan pembangunan pelabuhan batubara di bibir pantai Desa Suak Puntong, Kecamatan Kuala Pesisir, Nagan Raya, tanpa mengantongi izin.
Aksi penghadangan di jalur masuk angkut material pembangunan pelabuhan batubara ini. Mereka mengaku tidak sepakat atas kegiatan PT PBM yang tetap bekerja membangun pelabuhan meski kawasan tersebut telah di segel oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat karena tidak mengantongi izin.
Koordinator lapangan GPS, Said Al Alem mengatakan, aksi ini mereka lakukan karena proyek pembangunan pelabuhan batubara tersebut tidak mengantongi izin.
Bahkan pemerintah setempat telah menyegel kawasan tersebut dan melarang aktivitas perusahan batubara itu, kami mulai curiga adanya permainan sehingga aktivitas pembangunan pelabuhan batubara masih berani dilanjutkan oleh pihak perusahaan.
"Kan sudah jelas pemerintah telah menyegel wilayah ini, dan melarang aktivitas pembangunan pelabuhan, karena tidak memiliki izin, selain itu pembangunan pelabuhan juga dikhawatirkan akan merusaka lingkungan, namun kenapa mereka masih nekat melakukan pekerjaan, kami curiga ini ada permainan yang tidak sehat," tegas Said.
Selain itu para mahasiswa juga mempertanyakan keseriusan pihak pemerintah menegakan peraturan serta menjaga lingkungan.
"Kami aksi pada hari ini juga untuk mempertanyakan penegakan hukum pasca- pihak DLH Kabupaten melakukan penyegalan, di mana hingga saat ini kami menemukan fakta bahwa di lokasi yg disegel masih kami temukan keberadaan alat berat yangg masih bekerja untuk membersihkan lahan atau area yg dimana dekat dengan bibir pantai,” kata Said, pada Jumat (28/1/2022).
Dikatakannya, 19 September 2021, DLH Kabupaten Nagan Raya pernah melakukan inspeksi ke lokasi pembangunan pelabuhan PT PBM di Desa Suak Puntong, serta menyegel kawasan tanah yang dikabarkan akan dibangun port dan juga stockpile atau tempat penumpukan batu bara.
Nyatanya, kata dia, hal itu tak diindahkan oleh perusahaan. Mereka masih berani melakukan aktivitas pembangunan meski sudah dilarang. Para mahasiswa khawatir jika lokasi itu dijadikan pelabuhan dan stockpile maka mengancam lingkungan sekitar serta mata pencaharian para nelayan lokal.
”Kami menduga adanya potensi kerusakan lingkungan akibat aktivitas yang tak berizin dan tidak sesuai dengan Undang-Undang tentang Lingkungan Hidup dan ini tentunya akan menimbulkan dampak abrasi pantai,” sebutnya.
Said mengatakan, pihaknya menuntut agar para penegak hukum serta pemerintah melalui dinas terkait untuk serius dan bertindak tegas dalam menangani perkara ini, agar tidak menimbulkan kisruh berkepanjangan karena hadirnya PT PBM yang melakukan alih fungsi lahan.
”Serta menurut keterangan yang kami dapatkan, perusahaan ini tidak mempunyai izin lingkungan ataupun dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagaimana peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.23/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2018 tentang kriteria perubahan usaha dan/atau kegiatan dan tata cara perubahan izin lingkungan,” tutup Said.(Chaidir Azhar/act)
Load more