Batam - Kondisi hutan mangrove di kawasan alur Sungai Seinayon, Bengkong Sadai, Kota Batam Provinsi Kepulauan Riau kian mengkhawatirkan. Sebagian besar hutan tersebut telah rata dengan tanah akibat penimbunan lahan yang dilakukan oleh salah satu perusahaan di Kota Batam. Dari pantauan tvonenews.com di lokasi hanya tersisa sekitar 10 persen dari total hutan mangrove yang ada.
Hal ini tentunya bertolak belakang dengan program pemerintah, dimana, beberapa waktu lalu Bapak Presiden Joko Widodo terus gencar mengembangkan kawasan hutan mangrove dan berjuang bahkan rela di bawah guyuran hujan lebat menanam pohon bakau di Pulau Setokok agar hutan mangrove Batam dan di Kepri tumbuh demi menjaga ekosistem dan lingkungan.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Unit II Kota Batam, Lamhot Sinaga mengatakan, perlunya mengetahui status lahan tersebut, apakah termasuk kawasan hutan mangrove atau di luar kawasan mangrove.
“Kalau lahan itu masuk dalam kawasan hutan mangrove berarti kewenangan Kemen LHK, namun kalau di luar kawasan hutan mangrove, itu kewenangan BP Kawasan, jadi beda lantaran ada dua kewenangan,” kata Lamhot.
Kalau sudah diketahui status kawasan hutan mangrove, lanjut Lamhot, bisa diketahui perizinan apa saja yang telah dimiliki si pemilik hak pengelolaan lahan (perusahaan), dan itu sepenuhnya dari instansi yang mengeluarkan PL, kalau ada penimbunan atau pemotongan izin cut & fill serta izin lingkungannya di Dinas Lingkungan Hidup Kota Batam.
Disisi lain, Feri Iryandi, penggiat penyehatan hutan rimba dan hutan mangrove, berpendapat penebangan ekosistem hutan mangrove secara masif yang berada di kawasan Pesisir Bengkong merupakan bom waktu yang lambat laun akan berdampak pada fungsi ekologi dan ekonomi di kawasan tersebut.
"Hutan mangrove kan isu internasional, makanya seluruh negara internasional lagi gencar-gencarnya mengkampanyekan climate change atau perubahan iklim yang salah satunya adalah restorasi hutan mangrove terutama di Indonesia," tegas Feri. (Alboin/Wna)
Load more