Oku Selatan, Sumatera Selatan - Memasuki panen raya di Kabupaten Oku Selatan, para petani mengeluhkan harga jual biji kopi di kabupaten tersebut yang mengalami penurunan harga. Kondisi ini membuat para petani kopi di Oku Selatan menjerit.
Mutia salah satu petani kopi di Desa Mahanggin, Kecamatan Muaradua, Oku Selatan, mengaku jika turunnya harga jual biji kopi cukup berat baginya. Apalagi turunnya harga, tepat saat memasuki bulan petani kopi panen, hal ini membuat para petani bingung untuk mengembalikan biaya produksi yang dinilai cukup besar.
“Sekarang harganya itu, di kisaran Rp 20 ribu per kilo. Itu harganya mulai turun Februari ini, dari sebelumnya harga Rp 21 ribuan per kilo, ini sangat menyusahkan kami para petani. Apalagi saat ini harga pupuk di pasaran yang sangat mahal dan susah dicari,” ungkapnya dibincangi (6/3/2022).
Lanjutnya, turunnya harga jual biji kopi dari petani ini, jelas cukup memberatkan petani, meskipun hasil panen meningkat. Karena jelas akan kembali mengurangi penghasilan petani saat musim panen ini.
“Meskipun untuk saat ini, hasil panen kopi kami meningkat, kalau harganya turun kami susah. Apalagi kalo untuk biaya akomodasi kebun kopi kami ini sudah serba mahal dan susah,” ujarnya.
Dikatakannya, dalam satu kali panen dalam setahun petani kopi sebelumnya harus mengeluarkan biaya perawatan yang cukup lumayan. Seperti pupuk, untuk di Oku Selatan yang termasuk cukup mahal dan langka. Biaya perawatan obat racun rumput (herbisida) yang juga mahal. Belum lagi akomodasi transportasi, jasa angkut, dan sebagainya.
“Kami beratnya, karna sekarang serba mahal. Minyak goreng saja sekarang mahal, hitunganya sekilo kopi kami ini masih nombok (keluar biaya lebih) untuk beli minyak goreng yang harganya ada Rp 25 ribu per kilo itu,” keluhnya.
Sementara itu, Cik Han Kades Desa Mahanggin, tak menampik jika petani kopi di wilayahnya saat ini banyak yang menjerit dengan turunnya harga jual biji kopi ini. Karena jika dari kalkulasi hitungan biaya perawatan petani kopi ini memang sudah lumayan cukup mahal, dalam satu tahun tersebut.
“Pupuk saat ini langka dan mahal, racun rumput juga mahal. Memang ini cukup berat untuk petani kopi diwilayah kita ini. Apalagi, desa Mahanngin ini hampir 80 persen penghasilan dari kebun kopi. Dalam musim panen ini, biasannya desa kita ini bisa menghasilkan lebih dari 100 ton kopi,” ujarnya.
“Harapan saya dan juga warga kita di sini, pemerintah bisa mencarikan solusi kedepan. Agar harga jual biji kopi dari petani ini minimal bisa stabil, tidak anjlok. Kemudian petani bisa lebih mudah mencari pupuk, tidak lagi langka dan mahal di Oku Selatan ini,” tambahnya . (Andi Salani/Nof)
Load more