Mukomuko, Bengkulu - Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (PPPBS) terdiri dari 187 petani sawit di Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu melaporkan persoalan sengketa tanah dengan perusahaan perkebunan sawit skala besar milik PT Daria Dharma Pratama (DDP) Kurun waktu 17 tahun terakhir.
Kuasa hukum PPPBS yang juga merupakan Direktur Yayasan Akar Law Office, Zelig Ilham Hamka, mengirimkan surat pada Komnas HAM terkait persoalan yang dialami 187 petani mulai dari kehilangan lahan hingga dugaan kekerasan yang dilakukan aparat penegak hukum.
"Kami ditunjuk sebagai kuasa hukum PPPBS melaporkan pada Komnas HAM serta melakukan beberapa langkah hukum. Selain itu kami juga dihadapkan dengan persoalan dugaan kekerasan dari korporasi maupun aparat kepolisian yang mengancam kelangsungan hidup masyarakat setempat," ungkap Zelig dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/3/2022).
Diungkapkan Zelig, di tahun 1995 sejumlah tanah petani yang ditanami jengkol, padi, kopi dan lainnya diambil PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) seluas 1889 hektare.
Namun, pihak perusahaan hanya melakukan aktivitas penanaman komoditi Kakao seluas 350 hektare. Selebihnya tanah 1889 hektare tidak ditanami hingga tahun 1997. Sehingga rentang tahun 1995 hingga 1997 tanah yang tidak digarap PT BBS digarap kembali oleh warga yang mengaku tidak mendapatkan ganti rugi.
"Dua tahun PT BBS tak memanfaatkan tanah yang mereka ambil dari petani. Merasa tak pernah dapat ganti rugi lahan petani ambil lagi tanahnya," ungkap Zelig.
Pada tahun 2005 lahan HGU terlantar PT BBS yang telah dikelola oleh masyarakat tersebut diambil alih oleh PT Daria Dharma Pratama (DDP) melalui keterangan akta pinjam pakai antara PT DDP dan PT BBS. Bermodalkan klaim tersebut, PT DDP mulai melakukan pengusiran secara paksa terhadap masyarakat yang telah menggarap lahan HGU terlantar PT BBS dengan melakukan penanaman komoditi sawit, pemaksaan ganti rugi, dan melakukan tindakan represif.
Zelig menambahkan selama bertahan masyarakat mengupayakan pada pemerintah agar tanahnya kembali dimiliki namun selalu gagal. Pada 18 Maret 2022 aparat polisi dan Brimob Polda Bengkulu mengawal aktifitas PT DDP melakukan aktifitas perkebunan. Hal ini berimbas terhadap 13 petani yang mengalami pondok kebun dibakar, satu warga mendapatkan pemukulan dan penangkapan yang dituding tidak prosedural.
"Ada 13 petani mengalami beragam tindakan kekerasan saat aparat mengawal aktifitas perkebunan. Pondok dibakar, ditangkap, dituduh mencuri buah sawit dan lainnya," jelas Zelig.
Pada 23 Maret 2022 Yayasan Akar Law Firm telah mengirimkan surat pengaduan ke Komnas HAM serta menyiapkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN).
Sementara itu Kepala Bidang Humas Polda Bengkulu, Kombespol. Sudarno mengklarifikasi penyataan yang disampaikan oleh Pihak Lembaga Hukum (AKAR) dalam Siaran Pers terkait tuduhan kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian.
"Apa yang disampaikan oleh pihak AKAR terkait dengan penangkapan dan pemukulan pada saat pemeriksaan terhadap saudara SJ dan AL tidak benar, saat pemeriksaan di Polsek tidak ada tindak kekerasan terhadap keduanya,” tulis Kombespol. Sudarno dalam Temu Pers, Selasa sore (29/3/2022).
Dijelaskan Kombespol. Sudarno, yang benar adalah kelompok masyarakat yang melakukan pencurian Tandan Buah Segar (TBS) milik Perusahaan PT DDP Exs HGU PT. BBS.
Laporan ini tertuang dalam Laporan Polisi No. Pol ; LP/176/III/SPKT/SAT RESKRIM/POLRES/MUKOMUKO/POLDA BENGKULU tertanggal 18 Maret 2022.
" Ada laporan polisinya,” terangnya
Ia juga menambahkan berdasarkan laporan polisi ini kemudian polisi mengamankan pelaku yang diduga melakukan pencurian TBS milik PT DDP.
"Berdasarkan LP ini kita mengamankan dua orang pelaku, yakni TM dan RD, berikut barang bukti 1 unit dump truk, 1 unit mobil Toyota Hiline dan Tandan Buah Segar (TBS) ± 6410 kg,” pungkasnya. (Miko/Lno)
Load more