Seluma, Bengkulu - Salah satu perwakilan warga Desa Rawa Indah, Kecamatan Ilir Talo, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu mengadu ke Kejaksaan Tinggi Bengkulu lantaran lahan perkebunan mereka diduga dikuasai salah satu perusahaan. Sebaliknya, pihak perusahaan mengklaim lahan yang dipersoalkan warga ini masuk dalam areal Hak Guna Usaha (HGU) mereka.
Menurut Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Ristianti Andriani, pihaknya akan mempelajari pengaduan warga yang telah melampirkan sejumlah bukti, seperti sertifikat tanah warga yang dikuasai pihak perusahaan.
"Kita akan pelajari dulu berkas pengaduan warga Desa Rawa Indah," kata Ristianti, Kamis (31/3/2022).
Sementara itu, menurut salah satu warga Desa Rawa Indah, Saripin, mengatakan, mereka telah memiliki lahan tersebut sejak tahun 1994, sedangkan pihak perusahaan baru masuk pada tahun 2004. "Kami melaporkan pihak perkebunan karena telah mengusai lahan milik kami, kami telah memiliki sertifikat hak milik tanah sejak tahun 1994 lalu," terangnya.
Menurut warga, sejak tahun 2004 lalu pihak perusahaan mulai mengusai lahan perkebunan mereka, padahal lahan tersebut tidak masuk dalam lahan HGU perusahaan perkebunan. Bahkan pihak perusahaan menangkap warga yang sedang memanen sawit karena dianggap pencuri.
"Kami memperjuangkan hak kami, pernah warga ditangkap karena dituduh mencuri buah kelapa sawit di kebun sendiri," beber Saripin.
Atas kejadian penyerobotan lahan inilah mereka melaporkan ke pihak Kejaksaan Tinggi Bengkulu agar bisa memberikan kepastian hukum soal lahan milik warga.
Sementara itu Humas dan Legal PT. Agri Andalas, Hasan membantah semua tudingan itu. Menurutnya pelapor tidak memahami duduk persoalan. Terkait tuduhan mengambil tanah milik transmigrasi, ia menyangkal bahwa hal itu tidak benar karena Mahkamah Agung (MA) telah memutus perkara ini dan menyebut lahan menjadi milik perusahaan.
Secara rinci disampaikan Hasan, awalnya tahun 1995 kawasan itu masih wilayah bernama Penago 2, SP3, Desa Kunduran, belum dimekarkan menjadi Desa Rawa Indah seperti saat ini. Saat program transmigrasi dimulai ternyata warga asli Desa Kunduran berkonflik karena lahan mereka diambil program transmigrasi.
"Atas penolakan warga asli Desa Kunduran yang tanahnya diambil program transmigrasi pemerintah saat itu memberi kompensasi berbentuk uang dan sapi bagi warga asli yang tanahnya masuk dalam program transmigrasi. Tahun 2002 terakhir kompensasi dibayarkan," kata Hasan, Kamis (31/3/2022).
Selanjutnya, lanjut Hasan, HGU PT. Agri Andalas tahun 2004 dikeluarkan Bupati Seluma. Lahan transmigran masuk dalam HGU itu namun lahan beririsan dengan HGU milik PTPN VII. Persoalan ini selesai di pengadilan hingga ke MA.
"Putusan MA menyebutkan bahwa lahan itu masuk dalam HGU PT. Agri Andalas. Atas putusan MA itulah kami bekerja bertanam dan memanen sawit. Berdasarkan putusan MA juga menjelaskan bahwa sertifikat transmigran tidak berlaku lagi," pungkasnya. (Miko/Wna)
Load more