Bengkulu - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bengkulu kurun waktu setahun lebih telah memberhentikan penuntutan kasus atau Restorative Justice (RJ) sebanyak 25 perkara yang terbagi di beberapa Kejaksaan Negeri yang ada di Kejati Bengkulu. Hal ini disampaikan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu Heri Jerman, saat menyampaikan perkembangan Keadilan Restoratif di Bengkulu.
Sejak diterapkannya RJ sudah ada 25 kasus atau perkara yang berhasil dihentikan oleh Kejaksaan Tinggi Bengkulu. Perkara tersebut antara lain pencurian, penganiayaan dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
“Secara totalnya sejak RJ diterapkan di seluruh Indonesia, Bengkulu sudah menerapkan 25 perkara, ini pun terbagi di beberapa kejaksaan negeri yang ada di propinsi Bengkulu,” kata Heri Jerman.
Rinciannya, pada tahun 2021 terdapat 12 penuntutan dan 2022 sebanyak 13 penuntutan berdasarkan prinsip RJ. Penghentian penuntutan tersebut diberikan sepanjang 15 bulan, dan tersebar di seluruh Kejaksaan Negeri di Provinsi Bengkulu.
Ia juga menambahkan, pemberian RJ ini setelah adanya persetujuan dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) RI, yang diputuskan setelah melakukan ekspos bersama Kajati Bengkulu.
"Sejak RJ diterapkan, ada 25 penghentian penuntutan di Kejati Bengkulu, 2021 sebanyak 12, 2022 ada 13," ungkap Heri Jerman, Rabu (6/4/2022).
Sementara itu, khusus sejak dirinya memegang amanah sebagai pimpinan di Kejaksaan Tinggi Bengkulu selama satu bulan menjabat, jelas Heri, sudah menghentikan 6 penuntutan.
"Baru sebulan saya menjabat di tahun 2022 ada 6 penghentian penuntutan berdasarkan prinsip Keadilan Restoratif (Restorative justice)," terangnya. (Miko/Lno)
Load more