Siak, Riau - Istana Siak Sri Indrapura, siapa yang tidak mengetahuinya. Sebuah kerajaan di tanah melayu Riau yang tersohor seantero Indonesia. Didirikan pada 1723 oleh raja pertama Raja Kecik dan berakhir di bawah kepemimpinan Raja Sultan Syarif Kasim II pada 1946. Nama raja terakhir Kerajaan Siak ini kemudian disematkan sebagai nama bandara komersil di Provinsi Riau.
Memasuki bulan Ramadhan, warga mulai berdatangan untuk menghabiskan waktu menjelang berbuka puasa atau ngabuburit di Istana Siak. Begitu melihat dari kejauhan, pengunjung akan terkesima dengan bangunan istana yang terawat, unik dengan taman hijau penuh bunga-bunga yang luas dan asri. Kini, Istana Siak Sri Indrapura sudah menjadi museum yang dapat dikunjungi setiap hari oleh masyarakat.
"Di bulan Ramadhan ini, kita membuka Istana Siak mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 15.00 WIB, dengan harga tiket Rp10.000 per orangnya,” ungkap Paula Chandra selaku Kepala Bidang Destinasi dan Industri Pariwisata Kabupaten Siak.
Selain mengunjungi Istana Siak, Paul menambahkan, warga juga dapat menghabiskan waktu dengan melihat jembatan yang megah bernama Tengku Agung Sultanah Latifa di Sungai Siak. Dua lokasi ini kerap ramai di bulan Ramadhan.
Tidak banyak kerajaan di Indonesia yang menyisakan koleksi benda bersejarah cukup lengkap. Kerajaan Siak Sri Indrapura salah satu yang masih mempunyai koleksi berbagai benda kuno, dan perlengkapan kerajaan yang layak untuk diamati bagi penikmat wisata budaya dan sejarah.
Pada umumnya, kerajaan di Indonesia mengalami perang hebat, sehingga minim meninggalkan jejak berupa benda-benda dan kelengkapan istana serta isinya. Istana Siak Sri Indrapura di Provinsi Riau, merupakan salah satu kerajaan yang hampir utuh meninggalkan koleksi benda-benda kuno dan langka. Bahkan, barang-barang impor yang sengaja dibeli atau dibawa dari Eropa.
Di istana yang masih berdiri kokoh dan megah itu, pengunjung masih bisa menyaksikan jejak kemegahan kejayaan Islam di Tanah Melayu. “Berbagai benda yang digunakan oleh raja dan penghuni istana, mulai dari gelas, piring, lemari, kursi raja, dan meriam, alat pemutar piringan hitam atau gramofon pun masih ada,” tutup Paul Chandra. (man/wna)
Load more