Bengkulu - Kabupaten Kaur Bengkulu, menjadi salah satu kabupaten yang memiliki potensi hasil laut yang cukup potensial seperti gurita, ikan jenis ekspor bahkan lobster. Namun sayangnya, khusus untuk potensi jenis lobster sudah sangat langka bahkan nyaris punah, jika jutaan benur atau bayi lobster diperdagangkan secara ilegal oleh oknum nelayan atau masyarakat di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Hal ini disampaikan Agus salah satu tokoh pemuda di Kabupaten Kaur, Bengkulu.
Ia juga menyayangkan, tingginya pencurian benur lobster di laut mengakibatkan sejumlah nelayan ikan terobsesi untuk mencari kemudian menjual benih lobster. Untuk harga cukup menjanjikan, satu benur lobster ditawarkan dengan kisaran Rp9.000 hingga Rp23.000.
"Hasil jual tentu menjanjikan bisa mencapai puluhan juta, berbanding terbalik dengan hasil tangkapan ikan. Ini mengkhawatirkan ketersediaan lobster di masa depan terancam punah," ujarnya.
Dijelaskan Agus, alur penjualan benur lobster dimulai dari nelayan yang menangkap lobster di wilayah laut Kabupaten Kaur. Kemudian, hasil tangkapan ini dijual ke penampung atau pengepul dengan harga yang cukup menggiurkan. Saat benur lobster terkumpul, maka pengepul akan menjual hasil tangkapan bayi lobster ilegal itu ke luar Bengkulu, seperti Provinsi Jambi serta Pekanbaru.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengatur larangan penangkapan benih lobster dan rajungan melalui Peraturan Menteri KKP Nomor 1 Tahun 2015 karena dinilai bermanfaat untuk melestarikan stok di alam dan bukan untuk memberatkan dunia usaha.
Dikatakan, Kasat Reskrim Polres Kaur, Iptu Indro Witayuda Prawira, nelayan tidak boleh menjual bayi lobster pada pengepul, apalagi tidak memiliki izin budidaya. Tahun 2021 pihaknya telah menangkap dua orang terkait penjualan bayi lobster, sementara di 2022 ini ada laporan atau perkara terkait dugaan penjualan benur secara ilegal.
Load more